Menjadi sutradara setelah menjadi ayah tentu berbeda. Dulu, saya menciptakan karya apa saja. Sejak ada anak-anak saya menjadi pemilih. Ini terjadi karena saya lihat mereka juga tertarik dengan seni seperti film dan concern dengan kualitasnya. Akhirnya, Eugene De Moby Montaro atau Moby (11) dan Eugenea De Sade Basia atau Sade (9) jadi ‘polisi’ di rumah sehingga saya tidak sembarangan memilih agar mereka tetap bangga dengan apa yang saya kerjakan.
Anak-anak dan tentu Meilany Adolfin Runtuwene, istri saya, adalah sumber inspirasi terdekat saya. Kami sering berdiskusi tentang banyak hal. Moby dan Sade sering bercerita tentang perilaku teman-temannya dari yang paling behave sampai yang paling unik. Belum lagi ketika kami berdiskusi mengenai cara pandang mengenai satu hal.
Yang paling berkesan, pernah sekali waktu kami berdiskusi mengenai apa deskripsi “Bahagia”. Akhirnya, dari diskusi tersebut saya mendapatkan ide lagi dan sedang menggarap sebuah cerita baru yang mudah-mudahan tahun depan akan diproduksi. Ceritanya seputaran bagaimana seorang anak mengartikan kata "Bahagia" dan sejujurnya "bahagia" adalah sebuah kata dan pencapaian yang sederhana buat mereka. Sedangkan, buat orang dewasa, kata ini sangat mahal dan rumit.
Untuk saya sendiri karya adalah media untuk saya mentransfer semua pemikiran yang ada di kepala saya. Semua imajinasi dan kegelisahan yang ada di diri, otak, hidup dan dimana pun saya tuangkan di sana. Visi saya agar bisa mengajak orang lain tenggelam atau sekadar berenang di dalam karya saya, saya ingin orang bisa terinspirasi dan tergerak dari apa yang saya suarakan.
Seperti film Cita-Citaku Setinggi Tanah, ini merupakan bentuk kegelisahan saya terhadap dunia anak zaman sekarang yang serba instan. Komitmen mereka kadang sangat rendah bahkan atas cita-citanya sendiri. Film ini memberi inpirasi pada anak-anak mengenai komitmen mengejar sebuah mimpi yang sederhana. Karena saya percaya mimpi atau cita-cita besar itu adalah kumpulan dari cita-cita atau mimpi-mimpi sederhana.
Intinya saya berharap orangtua dapat menyadari bahwa setiap anak itu memiliki pribadi unik dan berbeda. Dan atas keunikan mereka masing-masing harusnya kita lebih bisa mengenal dan bijak sehingga tidak selalu memaksakan mimpi-mimpi orang dewasa kepada mereka. Dan dukung selalu anak-anak kita biar jadi generasi yang lebih baik dan lebih peka.