Pada bulan-bulan awal kehamilan, calon ibu biasanya dibayangi rasa takut kemungkinan keguguran. Perasaan cemas yang berlebihan akan kondisi janinnya juga tak henti menghantui. Apalagi, bila ini kehamilan yang pertama.
Perasaan-perasaan yang timbul selama trimester pertama ini, membuat para ibu hamil, mungkin termasuk Anda, merasa seperti terkucil dari lingkungan. Misalnya, keinginan Anda untuk terus-menerus membicarakan masalah yang berhubungan dengan kehamilan Anda, sering berbeda dengan topik pembicaraan orang-orang lain di sekitar Anda. Jalan keluarnya? Bergabunglah dengan kelompok orang-orang yang terdiri dari para calon ibu. Keinginan Anda untuk bertukar pikiran dan perasaan, niscaya akan terpuaskan.
Seringkali, gejolak emosi yang calon ibu alami dalam trimester ini merupakan suatu “pernyataan” atau keinginannya untuk lebih diperhatikan orang-orang di sekitarnya, terutama suami tercinta. Hal ini wajar. Namun, bila perubahan emosi yang dialami sudah masuk ke tahap depresi, maka ibu hamil yang bersangkutan sebaiknya waspada. Mengapa?
Keadaan stres akan menyebabkan pembuluh darah di rahim mengerut, sehingga aliran darah ke rahim pun berkurang. Kondisi ini bisa menyebabkan aliran darah ibu ke janin berkurang, sehingga janin menerima lebih sedikit oksigen dan nutrisi.
Selain itu, ibu yang stres, atau bahkan depresi, akan meningkatkan hormon stres dan aktivitas otak janin. Akibatnya ketika lahir, si kecil pun menunjukkan gejala depresi (misalnya, hiperaktif atau hipoaktif, temperamental atau tidak memiliki kontrol diri yang baik). Jadi, segeralah mencari pertolongan dokter dan/atau psikolog, bila selama lebih dari 2 minggu Anda merasa sangat tertekan, atau seakan-akan kehilangan semangat menjalani kehamilan.