Dalam relasi suami istri,
gangguan komunikasi kerap menjadi biang keladi
ketidakharmonisan rumah tangga. Istri mengeluh, suami merasa disalahkan. Akibatnya suami malas berbicara kepada istri, atau istri merasa dia berbicara tidak ditanggapi oleh suami. Akhirnya komunikasi antara mereka menjadi buntu.
Jika istri atau suami tidak mau lagi mengutarakan apa yang menjadi keberatan atau masalah mereka, mereka takkan bisa saling mengetahui isi pikiran masing-masing. Ditambah
kesibukan bekerja, sering menyebabkan pasangan suami istri tidak lagi punya waktu untuk saling berkomunikasi karena kelahan.
Faktor kelelahan, menurut Kristen Harrington, kerap membuat emosi seseorang menjadi tak terkendali. Konselor perkawinan dan keluarga di New York, Amerika Serikat ini mengatakan, saat tubuh lelah dan stress, Anda cenderung berkomunikasi kepada pasangan dalam nada emosi marah dan kadang dilebih-lebihkan atau berbicara tidak sesuai fakta.
Dari zero sampai plastik. Komunikasi adalah kegiatan penyampaian pesan yang berisi pikiran, perasaan, pandangan, informasi, ide, pengetahuan, emosi dan sebagainya yang disampaikan oleh pengirim pesan kepada penerima pesan, atau pihak yang terlibat dalam kegiatan komunikasi. Dalam kehidupan perkawinan, komunikasi berperan sangat penting. Bisi Adewale, pakar dan terapis perkawinan, penulis buku tentang keluarga dan pernikahan serta pemandu acara Family Booster di Amerika Serikat membagi komunikasi suami istri ke menjadi beberapa tipe berikut :
- Zero communication : tidak terjadi komunikasi sama sekali antara sepasang manusia. Bila terjadi dalam hubungan suami istri, zero communication ini dapat menyebabkan ketidakharmonisan atara mereka. Ini bahaya karena dapat mengancam keutuhan keluarga.
- Plastic communication : komunikasi yang terjadi tidak bersumber, tidak tulus, tidak langsung. Misalnya, “Hmm....terserah kamu deh mau pergi dugem sama teman-temanmu. Saya memang kuper, nggak suka gaul.” Ada nada tidak tulus dari istri kepada suami, bahwa sebenarnya ia tidak mau suaminya pergi dugem.
- Negative communication : melibatkan komunikasi yang berbahaya seperti mengutuk, menghina, mengata-ngatai, protes dan sebagainya. Misalnya, “Eh gendut, mana baju saya?”
- Bulk communication : cara berkomunikasi borongan. Menyampakan pesan secara beruntun dalam waktu bersamaan, terlalu banyak pesan, tidak fokus pada satu hal tertentu. Ini bisa membingungkan si penerima pesan.
- Half communication : membuat pernyataan yang tidak selesai dan dapat menunjuk kepada kebohongan. Misalnya, “Eee, aku tadi ke… Eh, nggak kok. Tadi aku ada rapat.”
- Subject communication : cara berkomunikasi dengan mengalamatkan suatu subyek ketimbang obyek. Misalnya, “Kamu memang tidak pintar mengurus rumah tangga. Apa pun yang kamu kerjakan tidak pernah beres. Coba deh, sayur asem buatan kamu ini benar-benar tidak enak!” Komunikasi jenis ini melukai hati istri, seolah-olah benar istri tidak pintar melakukan apa-apa.
- Extra Mile communication : saat pasangan memuji atau menghargai pasangan dengan mengatakan “kamu ganteng sekali,” “kamu baik hati” dan sebagainya. Jenis komunikasi ini menghilang dari kehidupan pernikahan masa kini. Suami dan istri cenderung tidak saling memuji, karena mereka berpikir, “toh dia sudah jadi milik saya, buat apa memuji-muji seperti waktu pacaran dulu.” Padahal manusia pada dasarnya butuh pujian atau butuh dihargai.