Balita bisa belajar bernalar sedini mungkin lewat berbagai kegiatan yang dirancang cermat sesuai tahapan perkembangan kognitifnya.
Apakah Anda sering kesal jika anak Anda, membuka-buka isi tas tangannya dan mengeluarkan semua benda di dalamnya?
Tunggu dulu. Tidakkah Anda ingin tahu mengapa balita Anda melakukan itu? Jangan remehkan anak, meski masih kecil, pikirannya berproses.
Upaya anak mengasah kemampuan kognitifnya, bisa jadi, membuat Anda kesal karena rumah jadi berantakan atau Anda cemas karena ia mengutak-utik benda berbahaya. Jangan buru-buru melarang. Ia sedang mengasah pikiran yang membuatnya lebih pintar.
Berpikir bersama orang sekitar. Begitu lahir anak melakukan interaksi dengan lingkungannya. Ketika ia menangis, ibu menghampiri untuk melihat apakah popoknya basah, dan kemudian menggantinya. Dari interaksi ini anak mulai paham bahwa ia dapat melakukan sesuatu untuk memperoleh yang diinginkannya.
Meski periode pacu tumbuh otak (brain growth spurt) anak dimulai sejak berusia 3 bulan dalam rahim ibu, namun setelah lahir, aktivitas berpikir ini merupakan proses sosial. Jadi anak belajar berpikir bersama orang-orang di sekitarnya.
Kemampuan kognitif adalah proses kegiatan akal budi untuk mengetahui sesuatu. Proses berpikir anak terjadi ketika ia gembira, ketika mengenali wajah ibu atau ayahnya, atau ketika ia bisa menuangkan apa yang dilihatnya dalam dunia nyata ke dalam gambar.
Yang jelas, dengan memahami cara manusia bernalar, Anda juga dapat merancang kegiatan apa yang sesuai bagi anak sesuai usianya
Daya nalar berkembang. Pernahkah Anda melihat anak balita asyik meneliti mainan yang dipegangnya? Selama berapa lama ia seperti tak bisa lepas dari benda itu. Memang, sebuah proses berpikir tengah terjadi di benaknya.
Jean Piaget , pakar psikologi perkembangan dari Swiss, mengungkap bagaimana manusia beradaptasi dengan lingkungannya, sebagai berikut.