Kehamilan merupakan suatu hal yang diidamkan bagi kedua pasangan, berbagai program dijalani agar segera hamil. Simak pengalaman dari
Angela Antini (40) dan
Andrew Linggar (44) dalam menjalani program kehamilan sampai punya anak kembar.
“Tuhan baik
banget, karena saya memang ingin punya 2 anak langsung!” kata
Angela Antini (40), yang akrab disapa dengan Ade, dengan wajah berbinar, ketika membicarakan putra kembarnya,
Peter Aruwangsa Linggar (Aru) dan
Paul Arjuwangsa Linggar (Juna). Kegirangan Ade itu tak berlebihan, mengingat butuh waktu 11 tahun bagi ia dan suaminya,
Andrew Linggar (44), untuk menimang kedua putra mereka itu. Aru dan Juna sendiri terlahir dari rahim Ade hampir 10 bulan yang lalu, lewat operasi Caesar, setelah ia dan suaminya menjalani program bayi tabung di sebuah rumah sakit di Jakarta. “Pas mulai program, saya sudah ingin langsung punya kembar. Ada 4 embrio yang dimasukkan ke rahim saya. Selama 1 bulan, deg-degan minta ampun,
nungguin berapa yang berhasil menempel di dinding rahim. Dan ternyata terkabul, ada 2 yang menempel,” cerita Ade.
Mengurus 2 bayi sekaligus, setelah bertahun-tahun hanya hidup berdua saja dengan suami, diakui Ade, memang memerlukan adaptasi yang tidak mudah, serta kerelaan untuk mengorbankan beberapa hal. Salah satunya adalah
me time. “Selama 11 tahun menikah, saya dan suami, kan, punya kegiatan dan aktivitas masing-masing. Sekarang, setelah punya anak, selain apa-apa harus didiskusikan berdua suami,
me time kami pun jadi teramat berkurang. Kalau ada teman yang mengajak jalan, selalu saya jawab, lihat kondisi nanti.Atau, sekalian saya undang ke rumah,” cerita wanita yang bekerja sebagai PR manager sebuah produk kasur itu. “Mau ikut
race lari saja susah, tidak memungkinkan lagi. Bekerja di kantor justru jadi
me time saya sekarang…
hahaha.” Namun, tingkah polah Aru dan Juna setiap hari, yang memang memiliki karakter berbeda – Juna lebih aktif, sementara Aru lebih kalem, seolah menjadi penghibur. “Senang saja lihat mereka. Kebetulan, suami juga suka fotografi, dan hobi memotret mereka. Momen yang ia potret, menurut saya, selalu pas. Semua itu obat lelah saya,” tambah Ade.
Apalagi, sampai berusia hampir 10 bulan pun, Ari dan Juna masih selalu bangun – meski tidak berbarengan – rata-rata tiga kali setiap malam . Entah untuk minta minum susu, atau sekadar digendong. “Capeknya memang luar biasa. Saat masih ada suster dulu, kalau malam, mereka tidur bersama saya dan suami,” kata Ade. “Biasanya, saya dan suami masing-masing ‘bertanggung jawab’ untuk satu anak.Tapi tetap saja, pas anak yang harusnya dijaga suami menangis, bapaknya
nggak bangun-bangun. Atau, sudah bangun dan memberikan susu, eh… botolnya di mana, mulut bayinya di mana. Mau tidak mau, saya yang mengurusnya. Lumayan mengganggu kosentrasi waktu saya sudah kembali bekerja, karena kelelahan.” Meski begitu, Ade santai saja melalui semua itu. Termasuk, berkejar-kejaran dengan waktu di pagi hari, bangun pukul 5 untuk memasak makanan Aru dan Juna, memandikan mereka berdua, menyiapkan baju ganti, popok, botol, dot, susu dalam satu tas, lantas bersiap-siap sendiri untuk berangkat ke kantor, dan menitipkan putra kembarnya di
daycare.
“Untung
daycare mereka hanya berjarak 5 menit dari rumah.Jadi pagi, saya antar mereka, sore hari gantian Andrew yang menjemput karena jam kerjanya lebih sore,” cerita Ade. “Kalau dibawa
enjoy, kita akan
enjoy,
kok, menjalaninya. Buktinya, saya
survive mengurus dua bayi, walau sempat ketakutan juga di awal kelahiran mereka, karena melihat mereka kecil
banget.” Aru dan Juna memang terlahir prematur – 33 minggu – dengan berat badan rendah, 1,9kg dan 2,1kg, sehingga harus dirawat di NICU selama 2 dan 3 minggu, kemudian minum obat rutin sekeluar mereka dari rumah sakit. Yang justru membuat Ade stres adalah soal menyusui, karena merasa tidak pernah cukup air susunya. “Dari awal, mereka sudah minum ASI dan susu formula. Saya terus memompa ASI
, sih, tapi tidak pernah cukup untuk keduanya. Saya memompa cuma bisa dapat 60ml, tapi satu bayi menyusunya sudah lebih dari itu. Saya jadi selalu kepikiran, nanti mereka kurang minum, karena saya ada target untuk menaikkan berat badan mereka,” cerita Ade, yang setelah kembali bekerja, berhenti total memompa dan memberikan ASI.
“Kalau ada yang
nanya, repot
nggak punya anak kembar, saya tidak sempat memikirkannya karena terlalu
happy. Saya mau
mikirin yang lucu-lucunya saja, jangan
mikirin nanti uang sekolah jadi
double segala macam,” kata Ade. “Ya sudah, itu urusan nanti. Makanya saya kerja saja sekarang.Sempat ingin berhenti kerja, tetapi urung karena selama saya masih punya kesempatan buat kerja dan bisa, kenapa tidak dijalani saja.”
(IS/DES)
Baca Juga:
Fokus Mengurus Anak Ala Ratna Galih
Cara Winda Viska Jaga Kesehatan Anak
Ini Dia Cerita Seru Para Selebriti Ayah