Sesi makan dapat menjadi pengalaman yang menyenangkan bagi anak dan bisa dinikmati anak maupun orang tuanya. Namun tak bisa dipungkiri, sesi makan kadang bisa menjadi masalah tersendiri terutama jika anak menolak untuk makan atau melakukan gerakan tutup mulut (GTM).
Menurut penelitian Food Refusal by Infants and Young Children: Diagnosis and Treatment, sekitar 25 persen anak usia balita menunjukkan penolakan makan yang diakibatkan berbagai faktor. Penolakan makan oleh anak ini, kemudian membuat para orang tua khawatir tumbuh kembang anak mereka terganggu.
Di sinilah pentingnya mengembangkan imajinasi anak dalam masa tumbuh kembang karena juga dapat membantu para orang tua mengatasi masalah GTM.
Dikatakan Kanti Sekarputri Pernama, M.Psi, psikolog anak, dalam acara “Joyful Picnic with MUGU My Heart's Mate” beberapa waktu lalu, ada berbagai cara yang dapat dimanfaatkan orang tua untuk menyiapkan dan mengenalkan makanan pada anak dengan membangun relasi dan persepsi positif dari anak terhadap kegiatan makan, salah satunya mengenalkan karakter atau tokoh kartun yang dekat dengan kehidupan anak.
Bukan sekadar makan
Konsep makan pada anak memang tidak bisa dipandang sekadar memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup. Anak-anak belum mengerti konsep ini. Pada anak-anak, aktivitas makan sangat dikaitkan dengan rasa nyaman, kenyang, aman dan menyenangkan. Elemen yang terakhir inilah yang sering disebut sebagai persepsi positif dalam aktivitas makan anak.
Bukan hanya harus menyenangkan, jika orang tua menerapkan makanan sebagai reward dan punishment, anak juga akan mengasosiasikan makanan tertentu sebagai comfort food atau bahkan food craving pada masa sulitnya kelak kemudian hari.
Ini membuktikan bahwa aktivitas makan sangat berkaitan dengan proses di otak, memori dan emosional. Oleh karena itu, berikan anak kesan yang baik terhadap makanan.
Foto: Orang tua dapat membangun relasi dan persepsi positif dari anak terhadap kegiatan makan, salah satunya mengenalkan karakter atau tokoh kartun yang dekat dengan kehidupan anak. Dok. MUGU
Hindari me-label makanan
Kadang orang tua juga tidak sadar telah me-label jenis makanan tertentu pada anak-anak yang baru belajar makan. Misalnya, mengatakan makanan manis-manis tidak baik dan harus dihindari. Padahal, secara alami anak yang dilarang justru menjadi teringat terus dengan makanan yang dibilang tidak baik tersebut.
Ini yang kemudian menimbulkan relasi yang tidak sehat antara anak dan makanan. Di masa depan, anak makan akan berisiko makan berlebih atau bahkan menjadi
picky eater .
Saat mengajarkan anak soal makan, orang tua juga perlu mengubah pola makan sesuai kebutuhan anak belajar soal ragam makanan. Anak perlu melihat contoh dari pola makan orang tuanya, bukan berdasarkan larangan-larangan.
Makanan dan emosi
Anak juga perlu asosiasi makanan yang sehat secara mental. Orang tua bisa mengupayakannya dengan:
- Makan bersama, sehingga anak melihat betapa nikmatnya makanan sehat seperti orang tuanya memakan makanan sehat.
- Bekerja sama, dengan mengajak anak memilih bahan makanan yang akan dimasak sehingga ia merasa dilibatkan dan diakomodasi seleranya menjadi makanan yang disantap bersama keluarga.
- Hindari memaksa makan hingga habis, namun lebih baik mengedukasi anak untuk makan hingga merasa kenyang dan selanjutnya belajar menakar kebutuhan makan sebelum mengambil makan.
- Fokus saat makan dan hindari makan sambil menonton atau bermain yang menyebabkan anak tidak menyadari apa yang dimakan dan tidak memahami sinyal kenyang.
- Beri anak pilihan jenis makanan yang akan dimakan, terutama ketika mengenalkan makanan baru.
Dukung dengan peralatan makan
Pada beberapa anak, peralatan makan yang mengakomodasi gaya makan juga menampilkan karakter kesukaan anak, dapat meningkatkan selera makan anak. Jika anak suka makan sendiri, orang tua perlu menyediakan peralatan makan yang aman dan mendukung anak makan sendiri. Begitu pula untuk anak yang suka makan dengan jenis makanan berkuah dan tidak suka makan dengan porsi besar, alat makan yang mendukung kebiasaan ini.
Jika anak memiliki tokoh kartun atau karakter idola tertentu, ibu juga bisa membangun cerita bagaimana si tokoh ini memiliki kebiasaan makan yang baik. Dengan demikian, alat makan anak juga mendukung persepsi dan imajinasi positif anak terhadap makanan.