Pada pasangan yang belum memiliki momongan, biasanya kesehatan wanitalah yang selalu 'dikambing hitamkan' sebagai musababnya. Padahal, menurut angka statistik kecenderungan justru laki-laki yang perlu dikhawatirkan mengingat gaya hidup tak sehat khususnya di kota-kota besar. Menurut data dari
Pusat Data dan Informasi Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PD PERSI), kemandulan atau infertilitas pada pria menyumbang 30%-40% pada ketidaksuburan pasutri.
Karena itulah untuk memeriksakan kesuburan ke dokter perlu proaktif dari kedua pihak, suami dan istri. Tidak perlu malu apalagi gengsi memeriksakan diri ke dokter, demi kehadiran sang buah hati. Berikut ini, beberapa tanya jawab yang dapat memperluas pengetahuan Anda tentang kesuburan pria dan wanita selama merencanakan kehamilan.
T:Apakah usia saat menikah berpengaruh pada kesuburan suami dan istri?J:Benar. Perempuan memiliki penuaan yang berkaitan dengan sel telur. Sel telur perempuan produktif antara usia 20-35 tahun, meskipun tidak menutup kemungkinan masih bisa hamil saat melampaui usia 35, bahkan 40 tahun. Kurang dari 20 tahun sebenarnya perempuan sudah masuk masa produktif,namun organ reproduksi dan kejiwaan belum matang untuk memiliki anak. Sementara untuk laki-laki,meskipun secara teori spermatogenesis dapat berlangsung seumur hidup, namun semakin meningkat usianya, kuantitas dan kualitas spermanya bisa menurun dan ini memengaruhi kualitas kesuburan.
T:Apakah ada masa subur pada perempuan dan laki-laki?J:Pada perempuan, masa subur bisa diketahui dari siklus haidnya karena perempuan hanya memroduksi sel telur sebulan sekali. Masa subur perempuan berada di sekitar waktu keluarnya sel telur tersebut. Jika tidak dibuahi, berarti perempuan akan mengalami haid. Sementara, sulit menentukan masa subur laki-laki karena laki-laki memproduksi jutaan sperma setiap hari dan siap matang dalam waktu 72 hari. Maka bisa dibilang, laki-laki memiliki masa subur setiap hari.
T:Apakah ada batas maksimal usia kesuburan perempuan dan laki-laki?J:Perempuan punya masa menopause, laki-laki pun juga ada yang dinamakan andropause. Secara statistik, selisih usia keduanya bisa sampai 10 tahun. Bila rata-rata usia perempuan menopause adalah 50 tahun, andropouse pria bisa sampai 60 tahun. Bila kualitas sperma pria masih cukup bagus, ia masih tetap subur dan bisa membuahi. Tidak ada batasan usia kesuburan untuk pria. Namun faktanya belakangan ini, akibat gaya hidup tidak sehat –merokok, terlalu lama memangku laptop, berendam air panas, stres, memakai celana terlalu ketat sehingga pria berusia di bawah 40 tahun pun banyak yang mengalami masalah, dari sulit ereksi atau kualitas ereksinya berkurang, ejakulasi dini, sampai masalah pada sperma (tidak bergerak), kurang atau bentuknya yang tidak normal.
T:Kapan kondisi pasutri dianggap infertil atau tidak subur?J:Pasutri diduga mengalami infertilitas bila melakukan hubungan seks secara teratur selama lebih dari satu tahun tanpa kontrasepsi, tetapi belum juga terjadi kehamilan. Namun dugaan ini perlu pemeriksaan lebih lanjut, dari kondisi dan kualitas sperma, hingga kondisi rahim, kualitas sel telur dan lain sebagainya.
T:Jadi, kapan pasutri perlu waswas dengan infertilitas dan harus memeriksakan diri ke dokter?
J:Idealnya sebelum menikah, calon pasutri perlu melakukan pre-marital medical check up. Ada tiga komponen yang dilihat dalam medical check up ini: pemeriksaan fisik, kesehatan kelamin dan penyakit genetik. Dari sini bisa diketahui kondisi kesuburan keduanya. Tapi masalahnya pre-marital check up ini belum populer di Indonesia. Jadi setelah menikah sebaiknya segera periksakan diri ke dokter, tidak usah menunggu hingga satu tahun, bahkan lebih. Dari pemeriksaan ini, selain kesuburan, juga bisa diketahui kesiapan fisik dan masalah kesehatan yang bisa menghambat kehamilan. Apabila ingin menunda, dokter bisa menganjurkan jenis kontrasepsi apa yang baik digunakan, dari pil sampai IUD, dan menyarankan menunda sampai berapa lama. Kalau ingin segera memiliki anak, dokter bisa membantu dengan metode natural hingga metode yang melibatkan teknologi.
T:Kalau ternyata memang ada salah satu –suami atau istri- yang mengalami infertilitas, pemeriksaan apakah yang harus dilakukan? Dan apakah pemeriksaan ini berpengaruh pada usia?J:Dokter akan melakukan pemeriksaan primer untuk mencari masalahnya. Yang akan dilakukan pertama adalah pemeriksaan pada pihak laki-laki terlebih dulu. Kualitas sperma akan diperiksa, termasuk masalah-masalah ejakulasi dan ereksi. Setelah itu baru akan dilakukan pemeriksaan terhadap istri. Dokter akan melihat saluran telur –apakah ada hambatan seperti infeksi yang menghambat atau menutup saluran telur. Pemeriksaan ketiga adalah mengetahui kualitas hormonal, termasuk kualitas sel telur. Jika ditemukan masalah pada salah satu dari ketiganya, maka dilakukan penanganan terlebih dahulu pada masalah itu. Tetapi jika ketiganya normal, dokter akan melakukan empat tahap agar bisa hamil. Pertama, dengan menghitung masa subur perempuan dan menganjurkan untuk melakukan hubungan intim terkontrol sesuai masa subur. Kalau tidak berhasil setelah 3 – 4 kali mencoba, akan diberikan obat penyubur hingga beberapa bulan. Kalau belum berhasil, langkah selanjutnya adalah inseminasi dan terakhir adalah dengan inseminasi buatan atau bayi tabung. Pemeriksaan ini memakan waktu cukup lama, itulah mengapa dibutuhkan peran proaktif dari kedua belah pihak. Pemeriksaan ini berlaku untuk semua dan tidak ada perbedaan usia.
T:Apakah infertilitas bisa terjadi meskipun sudah memiliki anak?J:Kondisi tubuh bisa berubah, demikian juga dengan infertilitas. Inilah yang disebut dengan “infertilitas sekunder”, yakni kondisi istri sulit hamil lagi setelah memiliki anak pertama. Sama halnya dengan infertilitas primer, infertilitas sekunder dapat terjadi pada pasangan usia reproduktif 20-34 tahun, maupun yang sudah melewati usia reproduktif –dia atas 35 tahun. Penyebabnya juga hampir serupa.
T:Sebetulnya, apa penyebab infertilitas terbesar saat ini?J:Gaya hidup! Terutama pada masyarakat kota besar –tingkat stres tinggi dan kebiasaan merokok. Semakin banyak pria yang berkendara dengan motor di antara kemacetan bisa juga menjadi salah satu penyebab, karena suhu pada skrotum atau buah zakar meningkat. Kita juga tidak bisa menafikan penyebab lain, di antaranya kelainan dan penyakit genetik.
KONSULTASI DR. BOY ABIDIN, SpOG, KLINIK MBRIO, RS MITRA KELUARGA, KELAPA GADING, JAKARTA