Pascakelahiran, ayah bisa mengalami perubahan gejolak emosi atau baby blues. Biasanya ini berlangsung pada minggu ke-2 hingga ke-4 pascakelahiran. Penelitian di Eastern Virginia Medical School, Norfolk, AS, mengungkapkan baby blues pada ayah sering kali bukan dipengaruhi hormon, tetapi lebih karena factor ketidaksiapan dan kekhawatiran yang bisa mengacaukan emosinya.
Berikut beberapa kekhawatiran tersebut:
- Kekhawatiran menjalankan peran sebagai ayah. Pertanyaan seperti “Mampukah saya jadi ayah yang baik?” akan selalu di pikiran Anda dan bisa menyebabkan Anda khawatir tanpa alasan.
- Tanggung jawab merawat anak. Merawat bayi memang tak selalu mudah sehingga bisa membuat Anda ‘alergi’ mengurus anak. Namun, di dalam hati muncul rasa bersalah, sehingga stres pun datang.
- Tak siap perubahan hubungan bersama istri. Saat si kecil hadir, fokus istri berpindah kepada anak. Anda merasa tersisihkan lalu menjadi kecewa, kesal, dan marah dengan kondisi ini. - Kelelahan fisik. Tidak hanya pasangan yang lelah, Anda mungkin juga kurang tidur dan bekerja ekstra mengurusi pekerjaan rumah tangga, plus harus bekerja keesokan harinya. - Kekhawatiran finansial. Ketidaksiapan ekonomi membuat beban Anda lebih berat, sehingga Anda merasa tertekan, apalagi jika hanya Anda yang mencari nafkah keluarga. Kekhawatiran kian bertambah bila biaya persalinan hingga perawatan bayi membengkak. - ‘Ketularan’ baby blues bunda. Gejolak emosi bunda sangat rentan memengaruhi ayah. Perasaan mellow itu pun menular ke Anda.
Ini tanda-tanda ayah terkena baby blues:
- Mudah marah-marah
- Tidur lebih panjang atau sebaliknya sulit tidur dan gelisah.
- Lebih pagi berangkat ke kantor dan pulang lebih malam (seolah-olah menghindari berada di rumah lebih lama)
- Sering dilanda sakit kepala
- Menjadi lebih sensitif
- Perubahan nafsu makan
- Konsentrasi menurun
- Kurang bergairah
- Dilanda kekhawatiran soal keuangan keluarga
- Bermasalah dalam melakukan pekerjaan rumah atau kantor