Foto: dok. Shutterstock.
Semenjak melonjaknya kasus gangguan ginjal akut pada anak yang menyebabkan gagal ginjal hingga kematian pada anak, pemerintah melalui Kementrian Kesehatan, terus melakukan upaya pencegahan jatuhnya korban lebih banyak lagi. Salah satu yang sedang diupayakan saat ini adalah membatasi peredaran obat anak dalam sediaan cair maupun sirup (bukan hanya parasetamol) dan penyelidikan terkait penyebab pasti gangguan ginjal tersebut.
Apotek dan Masyarakat Perlu Waspada
“Kemenkes meminta seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan maupun obat bebas terbatas dalam bentuk cair atau sirup untuk sementara waktu hingga hasil penelusuran dan penelitian selesai dilakukan,” ungkap
dr. Mohammad Syahril, Sp.P, MPH, juru bicara Kementrian Kesehatan Republik Indonesia saat memberikan
konferensi pers kemarin (18/10).
Selain melakukan pembatasan dari sisi distribusi, Kemenkes juga mengimbau masyarakat untuk membatasi atau sementara waktu tidak mengonsumsi obat (khususnya obat anak) dalam sediaan cair dan sirup tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan maupun dokter.
Kasus Gambia dan Alternatif Obat Anak
Masih menurut juru bicara Kemenkes, dokter Syahril, penyelidikan yang masih berlangsung saat ini mempertimbangkan temuan lonjakan kasus gagal ginjal di Gambia, Afrika Barat. Pada penelitian tim WHO (World Health Organization) di Gambia, menemukan senyawa etilen glikol dan dietilen glikol di empat obat batuk dan obat pilek. Diduga dikonsumsi korban tersebut berkaitan dengan kejadian gagal ginjal akut pada beberapa anak di sana.
“Akan tetapi ini masih dalam proses penyelidikan dan akan diumumkan dalam minggu depan,” ujar Syahril.
Namun Syahril mengingatkan, bukan berarti anak-anak yang mengalami sakit tidak bisa diberikan obat. “Sebagai alternatif dapat menggunakan bentuk sediaan lain seperti tablet, kapsul, suppositoria (anal), atau lainnya,” ujarnya.