Bahagia rasanya ketika anak yang masih berusia 2 tahun sudah mampu mengekspresikan rasa cinta atau sayang kepada orang-orang terdekat melalui belaian, pelukan, dan ciuman. Namun belakangan, ekpresi cintanya terasa berlebihan. Baru saja ditinggal sejenak, ia langsung memeluk erat dan menciumi Anda tanpa henti. Bahkan, tak hanya kepada Anda, perlakuannya kepada kakek, nenek, atau teman sebayanya pun begitu. Dengan mudahnya, ia memberikan rasa sayangnya, dan membuat Anda bertanya, "Apakah ini normal?"
Dikutip dari www.todaysparent.com, Christina Rinaldi, psikolog anak sekaligus profesor di University of Alberta, Edmonton, Kanada, memaparkan bahwa hal tersebut normal untuk anak seusia itu. Anak usia 2 belum memiliki kosakata, sehingga ia belum mampu menggunakan banyak kata untuk mengekspresikan emosinya. Misalnya, ketika anak marah, ia kemungkinan akan menggigit. Atau, rasa cinta dan sayangnya kepada Anda diungkapkan dengan pelukan atau ciuman.
Namun, ia sudah mampu memahami keterkaitan ekpresi wajah dengan emosi seseorang. Oleh karena itu, ia senang menerima afeksi atau kasih sayang. Menurut ahli sosial dan emosi anak, Denham, Zoller & Couchoud, semua bentuk emosi anak dipelajari dari melihat, kemudian si kecil meniru apa yang ia lihat. Misalnya, Anda mengungkapkan rasa rindu kepada ibu Anda dengan pelukan, rasa sayang Anda kepada pasangan dengan pelukan, atau rasa cinta Anda kepadanya dengan ciuman, maka anak akan meniru.
Itu sebabnya, menampilkan kasih sayang Anda dengan pasangan di depan balita Anda dianggap baik. Selain melihat, ia juga turut merasakan cinta Anda berdua. Dan, menurut Margaret Helding, PhD., ketua dari The Society for Family Psychology, salah satu divisi dari American Psychological Association, dari sini awal anak belajar cara mengungkapkan rasa sayang. Tak heran, ya, Bunda, jika banyak ahli pengasuhan anak mengajak orang tua mengelola emosi dengan cerdas. Tujuannya sudah pasti, agar anak bisa mengekspresikan emosinya dengan tepat.