Ilustrasi Monkeypox. Foto: dok. Freepik
Di medio Oktober 2023 ini, tepatnya sejak tanggal 13 hingga 27 Oktober lalu, kasus Monkeypox (MPox) kembali mencuat di Indonesia. Menyusul ditemukannya 17 kasus MPox, di mana sebanyak 16 kasus merupakan kasus positif aktif atau belum sembuh hingga saat ini. Jauh sebelumnya, sejak Agustus tahun 2022 lalu, virus MPox sebenarnya telah terkonfirmasi masuk ke Indonesia. Saat itu, juru bicara Kementerian Kesehatan RI menyampaikan adanya kasus MPox pertama terkonfirmasi pada seorang laki-laki berusia 27 tahun dengan riwayat perjalanan ke beberapa negara di Eropa (Belanda, Swiss, Belgia dan Prancis) dan sudah dinyatakan sembuh.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) sudah menyatakan penyakit Cacar Monyet atau MPox ini sebagai darurat kesehatan masyarakat global sejak Juli tahun 2022 silam. Saat itu, laporan WHO menyebutkan adanya kekhawatiran isu MPox ini terabaikan di wilayah Asia Tenggara karena banyak yang masih belum mengetahui gejala MPox secara jelas, tidak tahu cara melindungi diri, dan kurangnya akses ke fasilitas medis memadai untuk melakukan pemeriksaan serta penanganan.
Waspadai Penularan Secara Seksual
Infeksi virus Mpox yang saat ini tengah menjadi perhatian di dunia, termasuk Asia Tenggara (SEA) ini, awalnya disebabkan oleh virus yang ditularkan dari hewan ke manusia dan dapat menimbulkan gejala ringan hingga berat. Namun kemampuan penularan virus ini juga dapat menyebar dari manusia ke manusia terutama melalui hubungan seks berisiko tinggi. Dilansir dari siaran pers PB IDI (Ikatan Dokter Indonesia) yang baru-baru ini diterima, lebih dari 90 persen kasus MPox di dunia dilaporkan pada populasi khusus yaitu homoseksual dan biseksual.
Selain itu, menurut laman Sehatnegeriku (Kementerian Kesehatan RI), 6 kasus MPox yang ditemukan di wilayah DKI Jakarta hingga 22 Oktober lalu, merupakan pasien dengan orientasi biseksual yang juga merupakan Orang Dengan HIV (ODHIV).
IDI dan Pemerintah Akan Bersinergi
Melihat fakta dan prediksi angka MPox di Indonesia yang akan terus bertambah, PB IDI melalui Ketua Umum PB IDI,
DR. Dr. Moh. Adib Khumaidi, Sp OT., menyatakan bahwa IDI akan terus mengawal perkembangan kasus MPox di Indonesia dan bersinergi dengan pemerintah melalui Satgas MPox PB IDI.
"Ini demi penanganan terbaik pasien dan masyarakat, di mana diperlukan upaya berkelanjutan dan kerjasama dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, organisasi layanan masyarakat, dan organisasi internasional sehingga dapat mengatasi masalah MPox secara efektif," ungkap Moh. Adib dalam siaran pers PB IDI.
Pentingnya sinergi ini menurut Ketua Satgas MPox PB IDI,
Dr Hanny Nilasari, Sp DVE., juga untuk meningkatkan kesadaran masyarakat serta menyebarkan informasi yang tepat, khususnya tentang gejala MPox, cara melindungi diri dan menanganinya sehingga dapat mencegah keterlambatan pemberian pertolongan medis yang dapat berakibat lebih parah.
"Masih sering terjadi kesalahpahaman mengenai penyakit ini, bahwa Mpox bukanlah penyakit serius atau tidak umum terjadi, mengakibatkan kurangnya kepedulian masyarakat terhadap penyakit ini serta enggan mengambil tindakan melindungi diri dari infeksi," tegas Hanny dikutip dari siaran pers PB IDI.
6 Poin Rekomendasi Lanjutan PB IDI
Melihat fakta dan pentingnya edukasi masyarakat mengenai penyebaran MPox, PB IDI mengeluarkan 6 poin rekomendasi lanjutan terkait ini. Berikut 6 poin rekomendasi lanjutan IDI.
1. Masyarakat perlu mencari tahu dan diedukasi secara luas tentang MPox terutama cara penularan, pencegahan dan deteksi dini.
2. Waspadai kontak seksual berisiko karena lebih dari 90 persen penularan MPox adalah melalui kontak erat, terutama kontak seksual.
3. Untuk populasi risiko tinggi misalnya orang yang memiliki multipartner seksual, memiliki kondisi imunokompromais (autoimun, atau penyakit kronis lainnya), sebisa mungkin menghindari perilaku seks berisiko. Hubungan seksual harus dilakukan dengan aman menggunakan kondom serta melakukan vaksinasi.
4. Untuk masyarakat umum, terlebih bagi populasi di atas, dianjurkan untuk segera mengunjungi dokter apabila muncul gejala lesi kulit yang tidak khas dan didahului dengan demam.
5. Lakukan skrining atau pemeriksaan awal serta pemeriksaan swab cairan lenting/ keropeng/ kelainan kulit apabila dicurigai sebagai gejala MPox.
6. Pemerintah akan mengelola penyediaan obat antivirus dan vaksinasi secara terdesentralisasi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota yang ditunjuk dengan alur permintaan sesuai ketetapan Kementerian Kesehatan RI.
Baca Juga:
Vaksin Rotavirus Jelang Hari Kemerdekaan untuk Bayi Indonesia
Monkeypox Update: Kasus Pertama dari Jakarta
Update Monkeypox : Lebih dari 6.600 Kasus di Amerika dan Menular Lewat Pakaian