Foto: Pixabay
Orang tua baru umumnya masih beradaptasi dengan kehadiran si kecil. Memiliki tambahan tanggung jawab sementara waktu istirahat berkurang membuat banyak pasangan merasa lelah dan frustrasi bahkan berada dalam mode berkelahi setiap saat. Berikut tiga pertengkaran umum yang dihadapi orang tua baru lengkap dengan cara mengatasinya.
"Ada urusan pekerjaan, saya harus pergi."
Kalimat ini mungkin lebih sering diucapkan oleh ayah di bulan-bulan awal kelahiran bayi. Maklum ibu bekerja sudah mengatur cuti melahirkan sehingga bisa mendedikasikan seluruh waktunya untuk merawat bayi. Namun, bukan berarti ‘memasrahkan’ segalanya kepada sang ibu.
"Karier penting karena seorang ayah umumnya menjadi tulang punggung keluarga dengan taruhan lebih tinggi begitu bayi lahir. Bisa jadi fokus pada pekerjaan menjadi penyaluran frustrasi bagi para laki-laki. Namun, kata ‘harus’ tidak kondusif untuk dipakai saat melakukan percakapan yang jujur dengan pasangan," ungkap psikolog klinis Dr. Colinda Linde.
Alih-alih bersembunyi di balik pekerjaan, coba berinisiatif untuk menggabungkan empati dengan rencana untuk mendukung pasangan. Katakan "Maaf saya tidak bisa menemani kamu merawat si kecil besok karena ada rapat penting atau krisis di kantor. Tetapi, saya dapat meminta ibu saya untuk datang dan membantu kamu." Hal ini akan menunjukkan bahwa Anda menyadari pasangan memerlukan bantuan dan telah memikirkan apa yang dapat dilakukan untuk membantunya. Win-win solution, nih!
"Mengapa rumah selalu berantakan?"
Keberadaan bayi membuat kondisi rumah jadi tak terkendali karena prioritas orang tua sudah berubah—kecuali ada ART yang andal. "Anda perlu memperbarui harapan terkait kondisi di rumah. Cobalah berbincang dengan suami, misalnya, tugas-tugas penting rumah tangga apa yang perlu dilakukan dan apa yang dapat diabaikan untuk sementara," saran Dr. Colinda.
Harapannya Anda berdua dapat menemukan solusi bersama dan melakukan pembagian tugas yang adil. Selalu ada kemungkinan salah satu dari Ayah atau Bunda akan mendapat tugas yang belum pernah dilakukan sebelumnya serta mendedikasikan hari dan waktu untuk membersihkan rumah dengan gangguan minimal, bahkan bisa jadi mendapatkan bantuan atau dukungan eksternal.
"Kapan kamu akan kembali bekerja?"
Idealnya topik ini sudah didiskusikan sebelum kehamilan—meskipun hasilnya bisa berbeda setelah ibu menghabiskan banyak waktu di rumah bersama bayinya. Dalam situasi tertentu, seorang ibu bahkan tidak siap untuk kembali ke kantor karena cemas tidak mampu membagi waktu antara urusan bayi dan karier. Ketakutan lainnya adalah seputar pengasuhan anak yang memunculkan pertanyaan: Siapa yang akan menjaga bayi? Apakah mereka akan sama pedulinya seperti Anda? Apakah mereka cukup bertanggung jawab? Apakah bayi Anda akan melupakan Anda dan terikat dengan pengasuh?
Jika memang Ayah penasaran, cari waktu untuk mengobrol tanpa bermaksud memojokkan. Misalnya dengan mengatakan, "Sebelum kita memiliki bayi, kita sepakat kamu akan kembali bekerja setelah empat bulan. Bisakah kita mengobrol tentang hal itu?" Bagi Bunda ini adalah momen tepat untuk mengungkapkan ketakutan dan perasaan Anda sehingga dapat mendekatkan hubungan Anda berdua.
"Apabila tidak ada cara untuk membuka percakapan karena pasangan Anda cenderung ‘meledak-ledak’ atau tertutup, cari bantuan pihak ketiga yang tepercaya misalnya orang tua, saudara kandung, atau profesional," tambah Dr. Colinda.
PRIMA SOERATNO
Baca juga:
Kenali 6 Peran Ayah Baru Setelah Bayi Lahir
3 Cara Atasi Pertengkaran Orang Tua Baru - Bagian 1