Pikir masak-masak, jangan sampai masalah-masalah berikut timbul akibat setelah Anda
resign dan menjadi ibu rumah tangga
1. Mengkritik Ibu Bekerja
Perasaan rindu akan kesibukan dan rutinitas kantor tak jarang menghampiri Anda, apalagi ketika melihat aktivitas mantan rekan kerja di media sosial. Untuk mengusir kerinduaan itu, Anda seringkali membanggakan pencapaian diri sebagai ibu rumah tangga yang sukses mengurus anak. Namun tak jarang hal itu malah berujung pada kritik atau sindiran terhadap para ibu bekerja.
Dampak: Bertengkar dengan teman yang berstatus ibu bekerja. Anda jadi dinilai antipati pada ibu bekerja. Padahal, perlu Anda ingat bahwa ibu rumah tangga sangat membutuhkan bantuan dari para ibu bekerja. ART, dokter anak, guru
playgroup bahkan pendamping
daycare si kecil seringkali adalah seorang wanita yang juga memiliki anak. Mereka termasuk ibu bekerja,
lho.
Solusi: Lampiaskan kerinduan akan rutinitas bekerja dengan melakukan kegiatan lain, misalnya membuka usaha kue,
craft atau usaha kreatif lainnya. Tentunya kegiatan tersebut tidak mengganggu waktu Anda bersama anak. Sebaiknya hindari mengomentari atau menyindir para ibu bekerja, terlebih di media sosial. Hargai bahwa mereka memiliki pertimbangan sendiri untuk tetap bekerja.
2. Lebih Protektif
Seharian berada di rumah membuat Anda bosan dan merasa kesepian. Rasanya selalu tidak sabar menunggu suami pulang, sehingga setiap jam Anda selalu menanyakan kabar suami. Ingat, kini sumber penghasilan utama keluarga berasal dari suami, sehingga waktu kerja dan pulangnya bisa jadi semakin bertambah.
Dampak: Suami bisa merasa risih dan tidak suka karena merasa terlalu Anda awasi.
Solusi: Kenali sifat suami, apakah dia tipe orang yang senang dengan perhatian tersebut atau tidak. Tanyakan padanya, apakah perhatian Anda tersebut mengganggunya. Jika iya, sebaiknya Anda kurangi. Namun, bicarakan juga porsi perhatian yang pas seperti apa. Minta suami untuk tetap mengabari Anda jika dia akan pulang kerja terlambat, sehingga Anda tidak menghubunginya terus dan terlalu khawatir.
3. Resign Dijadikan ‘Senjata’
Si kecil yang susah makan, susah tidur dan bandel selalu membuat Anda menjadi geram. Padahal Anda berharap si kecil akan patuh dengan kehadiran Anda 24 jam untuknya. Akhirnya Anda melampiaskannya lewat amarah pada si kecil. Anda jadi sering pamrih dan mengucapkan kata-kata seperti,
“Kalau kamu nakal, Bunda kerja lagi ya!” atau
“Bunda sudah berhenti bekerja demi kamu. Kalau kamu tidak patuh, Bunda tinggal pergi ya!”
Dampak: Anak jadi semakin cengeng karena Anda marahi terus menerus. Anak memang jadi patuh, tapi hal itu membuat Anda harus terus mengulang kata-kata di atas. Anak memang belum mengerti dengan arti perkataan itu, tapi jika didengar orang lain, Anda terlihat jadi sosok ibu yang belum ikhlas dengan keputusan berhenti bekerja yang Anda ambil.
Solusi: Hindari mengucapkan kata-kata tersebut pada anak. Lihat
milestone perkembangannya, apakah sikap nakalnya itu masuk dalam kategori wajar atau tidak. Asah lagi
parenting skill Anda dengan banyak membaca dan mencari informasi.
4. Mendonder ART
“Mbak, kok kamu cuci piringnya kurang bersih!”
“Mbak, sayurnya kurang asin!”
“Mbak, setrika bajunya kurang licin, nih!”
Sejak berhenti bekerja, Anda jadi sosok yang sangat memerhatikan kebersihan dan kerapian rumah, termasuk hasil kerja ART. Semua pekerjaannya yang kurang sempurna selalu Anda kritik.
Dampak: Beberapa ART kurang senang dikritik terus menerus. Bisa jadi ART minta berhenti bekerja dengan Anda.
Solusi: Berikan masukan dengan cara yang tepat. Kritik tidak selalu diberikan dalam bentuk amarah. Contohnya, bicarakan sambil memasak bersama di dapur. Ungkapkan penilaian Anda atas hasil kerjanya serta hal apa yang Anda inginkan dari ART. Ingat juga untuk memberikan pujian pada pekerjaannya yang sempurna. Jika Anda percaya diri dan tidak masalah melakukan pekerjaan rumah yang kurang sempurna dilakukan oleh ART, tidak ada salahnya Anda kerjakan sendiri.
5. Cuek Penampilan
Selalu di rumah dan hanya keluar untuk belanja di warung terdekat, membuat Anda malas berdandan dan tampil rapi. Daster, kaus longgar yang sudah bolong, hingga celana pendek sudah jadi pakaian wajib sehari-hari.
Dampak: Anda akan mendapat kritik dari anggota keluarga, terutama suami. Penampilan sang istri yang biasanya cantik dengan polesan
makeup lengkap, kini sudah tidak lagi ada. Suami juga bisa marah jika Anda keluar rumah memakai baju yang terlalu terbuka, walaupun Anda merasa nyaman memakainya.
Solusi: Sebenarnya tidak masalah dengan apa yang Anda pakai, selama tak ada yang merasa terganggu. Tapi apabila banyak yang tidak suka dengan penampilan Anda, coba evaluasi diri sendiri. Terlebih jika suami sudah memberikan kritik atau melarang penampilan ‘nyaman’ Anda. Sebaiknya bicarakan bersama, misalnya, Anda akan memakai pakaian yang lebih rapi ketika keluar rumah dan hanya memakai pakaian ‘nyaman’ saat di rumah. Tapi bagaimana jika suami tetap tidak menyukai penampilan tersebut? Katakan pada suami bahwa Anda sangat senang dengan pakaian itu karena nyaman digunakan. Buatlah perjanjian, contohnya Anda tetap bisa memakai baju tersebut, namun Anda akan segera ganti baju yang lebih rapi jika suami pulang. Dengan begitu, Anda nyaman dan suami senang. (KAT/ PAS)