Cara Merespons Anak yang Tantrum, Jangan Diabaikan

 

Foto: Freepik

Anak yang sedang tantrum seringkali membuat Bunda kewalahan. Ketika anak tantrum, ia bisa menunjukkan ledakan amarah berupa menangis, menjerit, berguling-guling, melempar barang bahkan memukul. Kalau sudah begitu, biasanya orang tua jadi bingung bagaimana cara menenangkannya. 

Tantrum adalah keadaan ketika anak meluapkan emosinya dengan perilaku yang tidak beraturan. Tantrum sering terjadi pada anak usia 1-3 tahun dan ini merupakan hal yang wajar. Namun meski tantrum ini lumrah pada anak-anak, orang tua perlu mengetahui bagaimana cara menanganinya dengan tepat. 

Menurut psikolog klinis Feka Angge Pramita, M.Psi tantrum berkaitan erat dengan emosi anak. Anak tantrum karena ia frustrasi keinginannya tidak terpenuhi dan belum tahu cara mengekspresikan emosinya itu dengan menyampaikannya melalui bahasa verbal. 

"Jadi tantrum ini merupakan ekspresi anak untuk memperlihatkan apa yang mereka rasakan khususnya yang berkaitan dengan keinginan dan emosi," ujar Feka dalam Instagram Live bersama Ayahbunda, Senin 28 Juni 2021. 

Tantrum sebenarnya bukan perilaku yang tiba-tiba muncul, melainkan ada tanda-tandanya di awal. Untuk memberikan respons yang tepat kepada anak yang sedang tantrum, orang tua dapat melihat terlebih dahulu tanda apa yang sebelumnya ditunjukkan oleh anak. 

"Tantrum adalah bentuk frustrasi. Jadi sebelum tantrum itu terjadi, sudah ada sinyal-sinyalnya. Jadi yang perlu kita cari tahu sinyalnya, atau polanya jika tantrum terjadi secara berulang," kata Feka. 

Yang perlu dicatat, tantrum anak membutuhkan respons orang tua. Bukan diabaikan. Karena, menurut Feka, ketika anak tantrum itu artinya anak sedang menunjukkan emosinya. Dan emosi anak membutuhkan validasi orang tua sehingga ia merasa dan tahu bahwa orang tuanya memberikan perhatian padanya. 

Secara sederhana, Feka mencontohkan bagaimana cara merespons anak tantrum dengan validasi emosi. Validasi emosi artinya, Bunda mengakui dan menerima emosi atau perasaan yang sedang dirasakan anak. 

Misalnya begini. Waktu anak terlihat sedang kesal, coba tunjukkan validasi emosinya dengan sikap bahwa Bunda mengerti perasaan anak. 'Oh iya kamu sedang kesal, ya. Bunda dan Ayah mengerti kamu kesal'. 

Setelah memvalidasi emosi anak, selanjutnya berikan bantuan secara bertahap. Ingat, bantuan kepada anak sedikit-sedikit saja. Karena Bunda tentu tidak ingin anak kehilangan kesempatan untuk merasa dirinya mampu menyelesaikan masalah. 

Contoh bantuan bertahap kepada anak tantrum: "Kalau begitu, kita selesaikan beres-beres mainan ini bersama-sama, ya. Bunda pegang yang ini, Ayah pegang yang ini, dan kamu pegang yang ini."

"Bantuan itu harus diberikan secara bertahap. Bukan yang anak dilayani dan tahu beres. Semakin kita memberikan banyak bantuan kepada anak, berarti kita tidak memberikan kesempatan kepada anak untuk bereksplorasi dengan kemampuannya sendiri," ujar Feka. 

Yang sebaiknya tidak dilakukan oleh orang tua ketika anak tantrum, yaitu mengabaikan perasaan anak. Sebagian orang tua mungkin membiarkan anak mengamuk sampai kelelahan, sehingga tertidur. Bukan begini respons yang tepat untuk anak tantrum. 

Jika Bunda mengabaikan anak tantrum tanpa menunjukkan validasi emosi, di sini kebutuhan anak untuk dimengerti, didengarkan, dan diperhatikan oleh orang tuanya tidak terpenuhi. Hal ini ke depannya akan memengaruhi kecerdasan emosi anak. 

Untuk anak usia 1 tahun, tantrum mungkin cukup sering terjadi. Karena di usia 1 tahun kemampuan berbahasa anak masih terbatas. 

Seiring bertambahnya usia, misalnya di umur 2-3 tahun, kemampuan berbahasa anak semakin berkembang. Sehingga ketika anak tidak nyaman dengan situasi lingkungannya, ia dapat mengeksperikan rasa tidak nyamannya dengan kata-kata, bukan marah-marah atau tantrum lagi. 



ALI


 

 



Artikel Rekomendasi