Menambal Gigi Balita, Perlukah Dibius?

 


Usia 2 dan 3 tahun merupakan usia rawan gigi susu balita berlubang. Ketika gigi si kecil sudah tumbuh lengkap, tugas Anda sebagai orang tua mengajarkan kebiasaan baik agar gigi si kecil tidak rusak. Termasuk mengajak anak untuk cek rutin ke dokter gigi tiap 6 bulan sekali.

Namun, ada kalanya gigi si anak rusak lantaran kebiasaan-kebiasaan sepele, misalnya mengemut makanan, minum susu dengan botol saat tidur, tidak menggosok gigi sebelum tidur, dan sering makan makanan manis dan lengket yang sulit dibersihkan dari gigi.
Kebiasaan itu tentunya dapat merusak gigi susu, seperti gigi berlubang, muncul plaq pada gigi, karies, abses, hingga perubahan warna pada gigi. 

Gigi susu yang sudah rusak parah akan menganggu pertumbuhan anak, karena gigi yang sakit karena berlubang membuat anak tidak suka makan. Agar kerusakan pada gigi susu tidak semakin parah, dokter gigi akan melakukan perawatan sesuai kondisi gigi yang rusak.

“Untuk menambal gigi balita, perlu diperhatikan seberapa rusak giginya. Bila gigi keropos baru mencapai permukaan dentin, dapat langsung ditambal. Namun, bila gigi yang keropos sudah mencapai pulpa/saraf maka perlu dilakukan perawatan akar terlebih dahulu,” jelas Drg. Dwi Mutia Ramdhini, Sp. KGA –dokter gigi khusus anak di RSCM Kiara.

Bagaimana bila kerusakan gigi sudah meluas dan hanya meninggalkan sisa akar? Gigi susu anak harus dicabut agar tidak menimbulkan abses pada gusi.

Pengalaman pertama ke dokter gigi, merupakan sesuatu yang menyenangkan bagi anak. Namun ketika anak sudah mengalami perawatan gigi yang menyakitkan, kunjungan berikutnya akan jadi sulit.  

Bila anak sudah pernah mengalami rasa sakit akibat perawatan gigi dan tidak mau bekerja sama, dokter akan memberikan bius umum atau sedasi. Sebelum dilakukan prosedur medis, dokter akan memasang sungkup pada hidung anak yang membuat anak rileks dan mengantuk. Anda tak perlu khawatir anak sulit bangun, karena meskipun dalam kondisi dibius, anak tetap dapat merespon suara atau stimulasi lain.

Di negara-negara maju, teknik sedasi sudah dilakukan pada pasien anak-anak terutama anak berkebutuhan khusus. Dengan sedasi, anak sama sekali tidak merasakan rasa sakit saat dilakukan prosedur medis hingga selesai. Bahkan, ia tidak ingat kalau giginya baru saja dicabut.
Teknik sedasi masih jarang dilakukan di Indonesia. Namun, bila Anda berminat, ada yang perlu diperhatikan mengenai sedasi pada perawatan gigi balita, diantaranya:



Usia di bawah 4 tahun
Di usia ini anak belum bisa berkomunikasi dengan baik, sehingga sangat tidak disarankan menggunakan teknik sedasi dengan masker. Mengapa? Karena pada saat sedasi, dokter akan memberikan instruksi yang harus dilakukan anak. Contohnya, ketika dokter meminta anak untuk menarik napas dalam-dalam sebelum operasi dimulai. Bila si kecil belum dapat berkomunikasi tentu akan kesulitan saat dilakukan prosedur medis.


Usia di atas 4 tahun
Bisa dilakukan sedasi intravena atau bius melalui infus. Pasien tidak akan merasakan sakit selama operasi dilakukan hingga selesai. Pasien juga tidak akan ingat kalau ia menjalani operasi pada giginya.
Teknik sedasi cukup aman dilakukan. Namun, karena masih jarang dilakukan di Indonesia, sebaiknya Anda mengunjungi dokter gigi di tempat yang sudah terpercaya.

Setelah melakukan perawatan gigi dan gigi sudah sembuh, jangan lupa untuk tetap merawat gigi dan rutin ke dokter gigi tiap 6 bulan sekali, ya, Bunda.

Maria Soraya Az Zahra

 



Artikel Rekomendasi