"Vaksin MMR menyebabkan gangguan sistem percernaan dan penyerapan nutrisi sehingga mengganggu perkembangan otak anak dan mencetus autisme."
Pernyataan tersebut dikeluarkan oleh Dr. Andrew Wakefield dari The Royal Free Hospital and School of Medicine, London. Dr. Andrew meneliti 12 anak yang mendapatkan imunisasi MMR, dan menemukan 8 dari mereka lalu menderita autisme. Penggunaan thimerosal bermerkuri di vaksin MMR juga dituduhnya menyebabkan autisme.
Faktanya, hasil penelitian Dokter Andrew ditentang banyak pihak, sebab sampel yang digunakan sangat sedikit (12 anak) dan tidak mewakili populasi. Di Indonesia, vaksin MMR telah digunakan di berbagai rumah sakit dan klinik, meski belum termasuk wajib dalam Program Imunisasi Nasional.
Vaksin MMR yang dipasarkan di Indonesia telah dievaluasi dari segi efektivitas, keamanan dan mutu oleh Komite Nasional Penilai Obat Jadi (Komnas POJ) dan mendapat izin edar. Keamanan vaksin MMR sudah dibuktikan lewat berbagai penelitian di luar negeri, berdasarkan pengamatan 30 tahun terhadap 250 juta dosis vaksin MMR di lebih dari 40 negara (Eropa, Amerika Utara, Australia dan Asia). Laporan terakhir mengenai keamanan dilaporkan Finlandia yang menggunakannya selama 14 tahun. Hasil studi pada 1,8 juta anak yang menggunakan 3 juta dosis vaksin MMR, menunjukkan tidak ada laporan kasus autisme yang berhubungan dengan penggunaan vaksin MMR.
Pihak berwenang seperti CDC (Center for Disease Control and Prevention), FDA dan WHO, menyatakan tidak ditemukan bukti thimerosal menyebabkan autisme.
Bagaimana menyikapi?
Beri anak vaksinasi MMR, bila masih ragu, diskusikan dengan dokter apa yang menjadi keraguan Anda. Vaksi MMR penting untuk mencegah penyakit campak, gondongan dan rubella.
Ketiganya adalah jenis penyakit berbahaya yang mudah menyerang
anak-anak. Meskipun belum imunisasi wajib namun merupakan anjuran dari
Depkes dan IDAI