Hidup terpisah dari pasangan karena tuntutan profesi atau dinas belajar memang tak mudah.
Ada beberapa masalah khas yang biasanya muncul. Tapi dengan kelapangan hati dan komitmen bersama, jarak pun tak jadi kendala.
Ketidakhadiran pasangan secara fisik membuat
hidup bersama anak cukup berat. Ada perbedaan mendasar dari masalah yang dihadapi oleh suami atau sebaliknya. Jika
Bunda harus pergi, keuntungannya, Bunda dapat pengalaman dan suasana baru, juga orang dan tantangan baru. Kendalanya, rasa rindu. Bunda harus siap menghadapi peralihan emosi, antara semangat tinggi menghadapi berbagai hal baru dan rasa rindu yang dalam.
Jika pasangan yang pergi, Kendalanya, rasa rindu dan menyesuaikan diri tanpa kehadiran suami/istri. Bunda atau Ayah harus menjalankan tugas yang biasanya dijalankan pasangan. Juga harus menjaga stabilitas emosi dan rasa aman di rumah. Agar anak tetap
merasa aman dan nyaman meskipun Bunda atau Ayah hanya sendiri.
Menurut para pakar perkawinan, pasangan suami-istri yang tinggal berjauhan harus tetap merasa “bersama”. Ini dapat dilakukan dengan berkomunikasi. Ungkapkan perasaan-perasaan, seperti rindu, kehilangan atau rasa senang . Juga saling memberi dukungan, menguatkan dan selalu membutuhkan.
Berkomunikasi dapat dilakukan lewat SMS/MMS, email, chatting plus webcam, menyusun blog atau menyusun scrapbook konvensional yang merekam kegiatan bersama anak. Yang harus di waspadai adalah antiklimaks pertemuan kembali. Tak jarang karena rasa rindu yang menggebu, Bunda dan Ayah memiliki harapan yang tinggi dan tidak jarang tidak dapat terwujud saat berkumpul kembali. Untuk mengantisipasi hal ini, Anda dapat membicarakan, apa yang dibayangkan saat kepulangan pasangan.