Masih terdapat stigma di masyarakat bahwa menyusui adalah tanggung jawab ibu seorang diri, sehingga banyak ibu mengalami kendala menyusui. Isu ini menjadi topik utama Munas AIMI (Asosiasi Ibu Menyusi Indonesia) ke-3 dengan tema “RegenerASI: Pemberdayaan Ibu untuk Indonesia Bebas Stunting” yang berlangsung di Istana Bung Hatta, kota Bukittinggi, provinsi Sumatra Barat. Dalam acara tersebut, AIMI juga menyoroti kendala para ibu menyusui yang kerap disudutkan selama proses menyusui, kekurangan akses edukasi menyusui dan kurang dukungan memadai selama masa ASI eksklusif.
Perwakilan AIMI dari 19 daerah/provinsi dan 12 cabang kota/kabupaten di luar ibukota provinsi mengikuti munas AIMI ke-3 kali ini. Foto: dok. AIMI Pusat
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) prevalensi balita
stunting di tahun 2018 mencapai 30,8 % , yang artinya 1 dari 3 balita mengalami
stunting. Ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan beban anak stunting tertinggi ke-2 di Kawasan Asia Tenggara dan ke-5 di dunia. Oleh karena itu,
stunting masih masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi Indonesia, dengan target 14 % atau turun 16,8 % pada tahun 2024 mendatang.
Pemerintah Perlu Gandeng Pihak Bebas Konflik Kepentingan
Dalam siaran persnya, AIMI menyoroti pentingnya semua pihak memastikan berbagai tahapan makan bayi hingga MPASI sebagai salah satu cara memastikan kebutuhan gizi anak untuk tumbuh optimal bebas
stunting. Program pencegahan stunting dari sisi jaminan ibu menyusui ini tidak bisa dikerjakan sendiri oleh pemerintah. Menurut AIMI, pemerintah perlu bekerjasama lintas sektor demi mencapai target anak Indonesia bebas
stunting.
"Antara lain dengan menggandeng LSM seperti AIMI serta pihak-pihak bebas dari konflik kepentingan atau pihak yang tidak bekerja sama dengan pihak-pihak kontraproduktif terhadap kesuksesan menyusui dan penanggulangan
stunting," ungkap
Nia Umar, S.Sos, MKM, IBCLC, ketua umum AIMI periode 2018-2023.
Dukungan berbagai pihak ini diharapkan dapat membantu program pemberian makan bayi dan anak (PMBA) untuk memastikan anak cukup gizi selama masa pertumbuhan pentingnya.
Masih menurut AIMI, pencegahan
stunting di Indonesia perlu dilakukan dengan mengawal 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) atau
golden period, bukan hanya ASI Eksklusif (selama 6 bulan setelah bayi lahir), namun juga memastikan makanan pendamping ASI dan menu keluarga yang adekuat serta bergizi seimbang, dan bila perlu mendukung ibu menyusui anak hingga berusia 2 tahun atau lebih sesuai anjuran WHO/UNICEF .
Dalam munas AIMI III kali ini juga diberikan pembekalan dan workshop kepada kader. Foto: dok.AIMI Pusat
AIMI Selalu Mendukung Ibu Menyusui Indonesia
AIMI yang telah berdiri sejak tahun 2007 dan sudah ada di 19 Provinsi serta 12 Kabupaten/Kota di Indonesia, dengan keragaman latar belakang relawan; mulai dari tenaga kesehatan, ibu rumah tangga, pengajar, serta karyawan swasta dan profesional dari berbagai bidang, selalu bertujuan memberikan sumbangsih besar terhadap pencapaian SDGs (Sustainable Development Goals) maupun Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selama ini, AIMI menjalankan program dengan memberdayakan ibu dan keluarga mendukung proses menyusui para ibu, memeratakan pendidikan kesehatan, mengentaskan kemiskinan dan kelaparan, menjunjung kesetaraan gender, mengurangi kesenjangan, serta menjalin kemitraan dengan berbagai pihak.
Dengan tujuan tersebut, munas AIMI ke-3 kali ini, selain memilih Ketua Umum AIMI untuk Periode 2023 - 2028, juga diselenggarakan musyawarah berbagai topik internal, mengesahkan amandemen anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) AIMI, juga menetapkan program 5 tahun AIMI, salah satunya terkait
stunting.
Dibuka oleh
Hj. Harneli Mahyeldi, Ketua TP PKK Provinsi Sumatra Barat, dalam event ini juga menampilkan peran serta dan praktik baik yang telah dilakukan oleh TP PKK se-Sumatra Barat dalam upaya pencegahan
stunting. Selain dari tuan rumah, narasumber ahli
Dr. Utami Roesli, SpA, IBCLC, FABM, dokter spesialis anak juga pendiri Sentra Laktasi Indonesia, menekankan akar
stunting selain kesehatan serta gizi ibu adalah praktik PMBA yang tidak adekuat dan infeksi pada 1000 hari pertama kehidupan. Menurut Utami Roesli, konseling menyusui serta upaya-upaya mendukung menyusui adalah upaya membantu pemenuhi hak dan kewajiban ibu menunaikan perannya. Di saat yang sama
DR. dr. Tan Shot Yen, M.Hum, dokter, filsuf, dan ahli gizi komunitas juga menekankan pentingnya membuat MPASI menggunakan bahan lokal sesuai menu keluarga dan mengacu pada panduan nasional yaitu buku KIA terbaru.
Baca Juga:
Manfaatkan Imajinasi Anak Untuk Atasi GTM
15 Fakta Bayi Baru yang Menakjubkan
7 Tanda Balita Kelebihan Garam