Sekarang ini si prasekolah sudah dituntut untuk belajar bahasa Inggris. Apakah anak usia 5 tahun sudah perlu kursus?Berbagai studi menemukan, masa keemasan perkembangan bahasa adalah selama usia balita, yaitu sejak tahun pertama hingga usia enam tahun. Pembelajaran bahasa pada balita diketahui berlangsung efektif melalui kegiatan bermain dan mendengarkan secara intens. Artinya, tanpa perlu stimulasi berlebih, balita dapat belajar bahasa ibu secara alami dengan baik.
Karena globalisasi, bahasa kedua terutama bahasa Inggris, ditawarkan melalui kursus-kursus sejak sangat dini. Asumsinya, di usia balita, anak-anak dapat menyerap dan belajar bahasa kedua sama baiknya dengan bahasa ibu.
Saat tepat. Akhir-akhir ini marak prasekolah menawarkan program bilingual. Program yang ditawarkan terbilang beragam, dari program untuk bayi usia enam bulan, sampai program untuk anak TK. Menurut para ahli neurologi, dugaan masa emas perkembangan bahasa anak itu memang ada, yaitu sejak tahun pertama usia anak hingga awal usia sekolah.
Namun hingga usia lima tahun anak belajar bahasa secara berbeda. Hanya hingga usia empat atau lima tahun, anak belajar bahasa (baik bahasa ibu maupun bahasa kedua) tanpa aksen, jelas Prof. Wolf Singer, Direktur Penelitian Otak pada Max-Planck Institut , Jerman.
Beberapa orang tua merasa cemas si lima tahunnya terlambat memulai belajar bahasa asing. Padahal, menurut para pengajar bahasa Inggris untuk anak-anak di Jerman, tidaklah demikian. Berbeda dengan anak usia 3 - 4 tahun, si lima tahun lebih cermat dan teliti mengamati aturan tata bahasa.
Biasanya anak lebih siap mengikuti pendidikan di luar rumah dan mengikuti aturan-aturan di tempat kursus. Seperti halnya Indonesia, Jerman adalah negara yang bukan berbahasa utama Inggris, sehingga ada kecemasan pada beberapa kalangan bahwa belajar bahasa Inggris terlalu dini membawa dampak buruk pada perkembangan kognitif anak.
"Asalkan orang tua jeli memilih program yang sesuai untuk anak, tidak perlu terlalu khawatir," jelas Karin Jampert , ilmuwan bidang pendidikan pada Deutschen Jugendinstitut (institut penelitian anak dan remaja Jerman), Munchen.