Di Indonesia, berdasarkan Sistem Informasi Rumah Sakit, dilihat dari jumlah pasien rawat jalan
maupun rawat inap pada kanker payudara mencapai 28%, tertinggi dibanding kanker serviks (12,8%).
Sebetulnya, kehamilan dan menyusui mengurangi risiko terjadinya kanker payudara. Salah satu pemicu kanker payudara adalah perkembangan hormon estrogen yang berlebihan. Sementara seorang ibu hamil atau menyusui, hormon prolaktinnya lebih berkembang dan menekan pertumbuhan hormon estrogen.
Jadi, kanker payudara yang terdeteksi saat hamil, kemungkinan besar justeru terjadi sebelum
kehamilan. Maka, penting bagi Anda untuk memeriksa payudara sendiri (Sadari).
Melakukan Sadari secara berkala, dapat meminimalkan risiko terkena kanker payudara dalam tahap lanjut. Saat Anda tidak hamil, pemeriksaannya akan lebih mudah karena payudara lebih lunak yang memudahkan Anda meraba jika ada benjolan. Waktu yang tepat melakukannya adalah satu minggu setelah masa menstruasi selesai. Di saat hamil Anda bisa memeriksa payudara kapan saja. Periksalah dengan seksama karena saat hamil bentuk payudara akan lebih kencang dan penuh.
Jika Anda menemukan benjolan pada payudara yang tidak biasa, sebaiknya segera lakukan USG pada payudara. Seperti USG untuk memeriksa kehamilan, cara ini aman dilakukan dan tidak berbahaya bagi janin. Hindari mammografi atau pemeriksaan dengan sinar X karena radiasinya dapat mengganggu janin.
Untuk mengurangi risiko yang lebih besar, sekecil apapun kanker payudara yang terdeteksi tindakan medis harus dilakukan. Tindakan yang harus dilakukan adalah operasi, kemoterapi dan radiasi. Dalam kondisi hamil, tindakan medis yang dilakukan tak hanya mempertimbangkan kondisi ibu tapi juga janin. Sebab itu, tindakan yang dilakukan harus diambil pada waktu yang tepat.
(AR/DEW)Konsultasi dr. Cahyo Novianto, M.Si.Med, Sp.B(K), Rumah Sakit, Puri Indah, Jakarta.