Jangan Sampai Terlambat Skrining Hipotiroid, Demi Masa Depan Anak

 

 Cukup 2 hingga 3 tetes darah dari tumit bayi baru lahir untuk melakukan Skrining Hipotiroid Kongenital, menyelamatkan masa depan anak. Foto: Pexels/Reneterp

Penyakit tiroid di kawasan Asia Pasifik tercatat memiliki prevalensi lebih tinggi dibanding prevalensi global. Tercatat sekitar 11% populasi orang dewasa menderita hipotiroidisme di Asia Pasifik. Sementara kejadian hipotiroid kongenital (sejak lahir/ biasanya diskrining pada bayi baru lahir) mencapai 1: 3.000 kelahiran di seluruh dunia. Bahkan hasil penelitian RSCM pada tahun 2000-2014, rasio kejadian hipotiroid kongenital; pada bayi baru lahir yang diskrining, mencapai 1: 2.135 kelahiran, lebih tinggi dibandingkan angka rasio global.

Pemerintah sendiri sebetulnya sudah memperkenalkan kebijakan Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) sejak tahun 2014, kemudian diluncurkan ulang oleh Kementerian Kesehatan RI pada pertengahan tahun 2022 lalu. Fasilitas SHK ini baru terintegrasi dengan layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada tahun 2023 dan sedikitnya 1,2 juta bayi telah mendapatkan SHK di tahun yang sama."Dan hingga September tahun ini, sebanyak satu koma tujuh juta bayi baru lahir telah menjalani skrining hipotiroid kongenital. Program skrining kesehatan; termasuk SHK, menjadi salah satu tugas yang diberikan Presiden Prabowo kepada Kementerian Kesehatan," ujar Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD., Ph.D., Wakil Menteri Kesehatan RI, saat peluncuran White Paper Tiroid: "Deteksi dan Skrining Dini Mencegah Dampak Penyakit Tiroid pada Ibu Hamil dan Bayi Baru Lahir" yang diadakan oleh PT. Merck Tbk beberapa waktu lalu.


Kiri ke kanan: Host, ; Astriani Dwi Aryaningtyas, Pendiri dan Ketua Pita Tosca; Dr. dr. Tjokorda Gde Dalem Pamayun, Sp.PD, KEMD, Ketua Umum Indonesian Thyroid Association (InaTA); Prof. Dr. dr. Aman Bhakti Pulungan, Sp. A, Subsp. End., FAAP FRCPI (Hon.), Direktur Eksekutif International Pediatric Association (IPA); dan Evie Yulin, Presiden Direktur PT Merck Tbk. Dok. Merck 

Skrining hipotiroid kongenital pascadilahirkan

Dalam tubuh, hormon tiroid berperan penting dalam banyak hal, terutama terkait aktivitas organ tubuh manusia termasuk proses dalam otak. Saat ibu hamil mengalami gangguan hipotiroid tidak terkontrol, dapat menyebabkan janin gagal berkembang, risiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah, melahirkan bayi dengan kondisi cacat, hingga bayi lahir meninggal dunia. 
Sedangkan pada bayi baru lahir yang mengalami hipotiroid kongenital akan mengalami gangguan pada pertumbuhan otak dan tubuh. Bayi baru lahir dengan hipotiroid dapat bergejala, mulai dari: menolak menyusu, suara tangisan serak, sembelit, lidah membesar, jaundice (penyakit kuning), hingga terjadi hernia umbilikalis (pusar bodong). Jika tidak diobati, selanjutnya dapat berkembang menjadi gangguan pertumbuhan tulang dan tinggi badan, keterlambatan perkembangan mental dan motorik, bahkan berisiko terjadi kerusakan otak permanen. Risiko terbesar ini sebenarnya dapat diantisipasi dengan melakukan Skrining Hipotiroid Kongenital saat bayi dilahirkan.
"Ingat, hipotiroid itu bukan hanya masalah orang dewasa, tapi bayi juga bisa kena. Ibu hamil juga perlu diskrining jika berisiko. Kalau ibu ada keluarga yang menderita kanker tiroid, berarti ibu hamil masuk berisiko tinggi. Sementara faktor risiko pada bayi itu tidak ada, sehingga siapa pun bisa kena hipotiroid dan SHK adalah hak setiap bayi," pesan Prof. Dr. dr. Aman Bhakti Pulungan, Sp. A, Subsp. End., FAAP FRCPI (Hon.), Direktur Eksekutif International Pediatric Association (IPA).

Usia 72 jam sampai 2 minggu yang menentukan

Proses melakukan SHK sendiri sebenarnya cukup mudah, yakni dengan pengambilan sampel 2 hingga 3 tetes darah dari tumit bayi berusia minimal 48 sampai 72 jam dan maksimal 2 minggu oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan yang mendukung. Sampel darah ini kemudian diperiksa di laboratorium dan jika hasilnya positif, bayi harus sudah diobati sebelum menginjak usia 1 bulan. 

Kecepatan dan ketepatan pemilihan waktu untuk pengobatan hipotiroid kongenital ini sangat penting karena berkaitan dengan kualitas masa depan anak terutama soal kecerdasannya. Jika terlambat atau tidak diobati, anak berisiko memiliki skor IQ (indikator kecerdasan) di bawah 70 bahkan hingga ia menginjak usia 20 tahun.

"Pemerintah sudah memberikan fasilitas SHK di seluruh Indonesia. Sekarang tinggal para orang tua yang harus cerewet untuk meminta bayinya diskrining," ujar Aman kembali mengingatkan para orang tua untuk lebih peduli akan risiko hipotiroid kongenital.
  

Kesadaran dan kerjasama semua pihak itu penting

Menghadapi kenyataan masih tingginya prevalensi kejadian hipotiroid di Indonesia, perlu kerja sama semua pihak untuk mengatasinya. Bukan hanya pemerintah dengan program SHK saja, namun peningkatan kesadaran masyarakat akan risiko hipotiroid, dan kemampuan SHK oleh tenaga kesehatan yang diperluas, juga perlu mendukung upaya yang dilakukan.
Salah satu pihak yang giat memberikan pendampingan dan informasi seputar gangguan tiroid adalah komunitas Pita Tosca yang digawangi oleh Astriani Dwi Aryaningtyas. "Saya sendiri saat usia belasan tahun, terdiagnosis gangguan tiroid dan menderita kanker tiroid. Sejak itu kualitas hidup saya tentu cukup terganggu," ungkap Astri mengawali kisahnya sebelum mendirikan Pita Tosca. Sebagai penderita gangguan tiroid, setelah menikah, Astri harus benar-benar merencanakan kehamilannya dengan baik. "Saya baru boleh hamil setelah enam bulan pascaablasi (prosedur menghilangkan benjolan pada kelenjar) tiroid. Dan saat hamil tetap dilakukan pemeriksaan oleh dokter setiap bulan. Pun saat bayi saya lahir, langsung diperiksa kadar hormon tiroidnya oleh dokter," ungkapnya membagikan hal-hal penting yang harus dilakukan para ibu dengan riwayat gangguan tiroid.
"Hingga saat ini pun, setiap tahun saya memberikan pemeriksaan TSHs (thyroid stimulating hormone) sebagai 'kado ulang tahun' untuk anak-anak saya," ujar Astri berbagi tip saat membesarkan anak-anak dengan risiko terkena gangguan tiroid.
 
Pada akhir Mei 2023, Merck Indonesia meluncurkan Thyroid RAISE yang bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan InaTA (The Indonesian Thyroid Association). Program ini bertujuan meningkatkan kesadaran dan tingkat diagnosis gangguan hipertiroid/ hipotiroid di Indonesia dalam bentuk edukasi kepada para dokter dan skrining untuk populasi berisiko tinggi gangguan tiroid.
"Jika memiliki kecurigaan menderita gangguan tiroid, kita (orang dewasa) bisa coba dulu lakukan tes analisis secara online. Setelah dipastikan bergejala, kita lanjut ke dokter dan melakukan tes di lab terdekat," ujar Dr. dr. Tjokorda Gde Dalem Pamayun, Sp.PD, KEMD, Ketua Umum InaTA.
Selain tes hiper/hipotiroid yang dapat dilakukan di fasilitas layanan kesehatan dan online, masyarakat juga dapat mengunjungi www.sadartiroid.com untuk melihat jadwal skrining TSH yang diperbarui dengan jadwal skrining terdekat/berjalan.

Mengingat pentingnya pemeriksaan tiroid sejak bayi baru lahir, kita sebagai orang tua harus tanggap dengan kebutuhan ini ya Bunda dan Ayah!

Penulis: Laili Damayanti

Baca juga:
Sudah 1,2 Juta Bari Di-skrining Hipotiroid Kongenital
Tanya jawab: Keguguran Akibat Hipotiroidisme
Lakukan Pengecekan untuk Deteksi Gangguan Tiroid
 

 


Topic

#skrininghipotiroidkongenital #hipotiroid #hamilhipotiroid



Artikel Rekomendasi