3 Kekuatan yang Mampu Menolong Anak dari Stres

 

Foto ilustrasi anak mengalami stres (Freepik)
Isu-isu terkait kesehatan mental banyak diperbincangkan di masa pandemi Covid-19. Tentu tidak mengherankan, ya, Bun. Mengingat pandemi ini tak hanya berdampak terhadap kesehatan kita, tetapi juga aspek-aspek kehidupan lainnya termasuk ekonomi, sosial, dan pendidikan yang semuanya menghadirkan tantangannya masing-masing yang dapat memicu stres. 

Stres yang dialami oleh orang dewasa di masa pandemi Covid-19, bisa juga berimbas kepada anak. Dengan kata lain, jika orang tua stres, anak pun dapat mengetahui bahkan merasakannya, atau malah anak terpapar secara langsung stresnya orang tua. Apabila orang tua stres, anak pun stres, jadilah satu keluarga stres. 

Bisa dibayangkan bagaimana kehidupan keluarga apabila mengalami stres yang berkelanjutan? Sebab kita sudah kurang lebih selama tujuh bulan hidup di dalam masa pandemi. Apakah saat ini keluarga kita sudah mampu beradaptasi sedemikian rupa dengan tantangan-tantangan kehidupan di masa Covid-19 ini, atau sebaliknya masih bergelut dengan kemurungan dan tak kunjung menemukan formula untuk menghadapi pandemi ini dengan sikap dan mental yang positif?

Baca juga: 4 Tanda Anak Stres Menurut Psikolog Roslina Verauli

Psikolog klinis anak, remaja, dan keluarga, Roslina Verauli, menjelaskan beberapa cara yang dapat membantu anak maupun setiap anggota keluarga untuk menangani stres di masa pandemi Covid-19.

"Ada dua kekuatan utama yang bisa kita upayakan. Yang pertama, dengan menciptakan relasi yang hangat dan positif di tengah keluarga. Nah ini agak PR, ya. Selama pandemi bisa enggak kita punya keluarga yang relasinya hangat, akrab," kata Vera di acara Instagram Live Parenting Indonesia 'Fakta Kesehatan Mental Anak di Masa Pandemi', Kamis 8 Oktober 2020. 

"Ada beberapa keluarga yang berhasil, menyesuaikan diri dengan keadaan sekarang. Mereka malah makin akrab, makin kenal satu sama lain, makin hangat, lebih dekat satu sama lain," tambahnya.

 


Aspek kedua, terkait dengan kecerdasan kognitif anak yang mampu mencari jalan keluar dari masalahnya sendiri. "Kemampuan anak dalam aspek fungsi kognitif. Kecerdasannya juga menentukan, kemampuan mereka dalam menyelesaikan masalah sehari-hari juga menentukan," kata Vera.

Namun kekuatan utama dalam menghadapi masalah dan tantangan-tantangan di masa pandemi ini adalah hubungan keluarga. Apabila relasi sesama anggota keluarga hangat dan dekat satu sama lain, mereka akan tangguh sehingga mampu menghadapi stres yang berkepanjangan. 

"Yang paling utama adalah relasi dalam keluarga sebagai bagian dari ketanggulan keluarga yang sebetulnya menentukan apakah anak maupun orang tua mampu menghadapi stres berkepanjangan di kehidupan sehari-hari," ujar Vera.

Pengertian tangguh, kata Vera, adalah kemampuan untuk beradaptasi dengan beragam stres, tekanan, trauma, tragedi, dan sebagainya. "Mungkin kakek neneknya baru saja kena Covid dan berpulang misalnya, masalah finansial, tekanan pekerjaan, mampu gak kita beradaptasi?"

Adapun untuk menciptakan keluarga yang tangguh, seperti dijelaskan Vera, dapat bersumber pada tiga hal. Pertama, bagaimana pola organisasi di dalam keluarga, yaitu seberapa dekat anak dengan orang tua, dengan saudaranya, dan anggota keluarga lainnya. 

Kedekatan yang dimaksud tentu saja dapat terwujud dalam hubungan yang hangat dan terbuka, serta saling mengasihi satu sama lain. Kedekatan yang tak hanya di kulit saja, tetapi juga dekat secara emosional. 

"Atau jangan-jangan sebetulnya kita semua di rumah, tapi dekat enggak? Hangat enggak? Kita kenal satu sama lain enggak? Atau justru kita berjarak karena dipisahkan oleh gadget," kata Vera. 

 


Sumber ketangguhan keluarga yang selanjutnya adalah komunikasi. Idealnya, setiap anggota keluarga dapat saling terbuka dalam berkomunikasi. Apabila terdapat perbedaan pendapat, tidak lantas dijadikan sebagai pencetus masalah yang menyebabkan kerenggangan hubungan, namun justru dijadikan sebagai topik diskusi bersama. 

"Kita dalam keluarga kalau berkomunikasi jelas enggak sih? Bahwa topik yang kita bahas adalah nyerang topiknya, bukan nyerang orangnya, bukan nyalahin individunya. Komunikasinya terbuka enggak? Atau berubah-ubah pesannya. Kemarin boleh A, sekarang gak boleh A. Mampu enggak kita memecahkan masalah bersama-sama?

Sedangkan sumber ketangguhan keluarga yang ketiga, adalah sistem kepercayaan. Mayoritas orang Indonesia percaya pada Tuhan, dan meyakini ada campur tangan Tuhan di setiap kejadian, sehingga ketika ada masalah, mereka mampu terkoneksi dengan Sang Pencipta.  

"Ini yang muncul dari keluarga Indonesia. Sistem kepercayaan, kemampuan keluarga untuk terkoneksi dengan Sang Maha Pencipta dalam aspek-aspek religi. Untuk mampu punya pandangan-pandangan yang positif. Keluarga Indonesia banyak memiliki aspek ini. Maka tidak heran, ketangguhan keluarga Indonesia itu keren, dapat kita kategorikan baik," kata Vera.  

Jadi apa pun masalahnya, sebetulnya kita mampu dengan pola sistem keyakinan, kita mampu percaya dan mampu ikhlas pada Yang Maha Kuasa. Namun sayangnya, dua aspek lainnya yaitu komunikasi dan kedekatan dalam keluarga, justru kurang berkembang," ujar Vera. 

Saksikan video wawancara selengkapnya dengan Roslina Verauli, di IGTV Parenting Indonesia atau klik link ini. 

ALI