Gangguan Bipolar kini mulai banyak ditemukan pada anak-anak dan remaja. Ilustrasi: Freepik
Gangguan kesehatan mental seperti Gangguan Bipolar (GB), selama ini dikenal sebagai masalah kesehatan mental orang dewasa, kini mulai banyak ditemukan pada anak-anak dan remaja. Kondisi ini bukan hanya mengejutkan, tetapi juga mengkhawatirkan karena sering kali terlambat dikenali akibat kurangnya pemahaman atau salah mengartikan gejala sebagai perilaku khas usia muda.
Prof. Dr. dr. Tjhin Wiguna, SpKJ, SubSp A.R. (K), MIMH, Guru Besar Psikiatri Subspesialis Anak dan Remaja FKUI-RSCM, menekankan dalam konferensi pers Compliance and Care, a road to recovery for individual with Bipolar and Schizophrenia yang diselenggarakan Wellesta di Jakarta beberapa waktu lalu, gangguan bipolar dengan onset dini atau di usia lebih muda, kini semakin sering terjadi. “Banyak yang datang sudah cukup terlambat karena orang tua mengira anak hanya sedang mengalami masa pubertas atau tantrum biasa,” ujarnya.
Prof. Dr. dr. Tjhin Wiguna, SpKJ, SubSp A.R. (K), MIMH, Guru Besar Psikiatri Subspesialis Anak dan Remaja FKUI-RSCM, dalam konferensi pers yang diselenggarakan Wellesta di Jakarta. Foto: Dok. Wellesta
Mengenali Tanda-Tanda Gangguan Bipolar pada Anak
Tidak semua perubahan suasana hati adalah gejala gangguan mental. Namun, pada anak dengan gangguan bipolar, perubahan tersebut terjadi ekstrem dan berlangsung dalam siklus. Gejala umum yang dapat diperhatikan meliputi:
1. Episode mania: Anak terlihat sangat aktif, mudah marah, impulsif, dan bicara berlebihan.
2. Episode depresi: Anak merasa sedih berkepanjangan, kehilangan minat, menarik diri, bahkan menunjukkan keinginan untuk mengakhiri hidup.
3. Gejala campuran: Kombinasi antara gejala mania dan depresi secara bersamaan.
Gangguan bipolar tidak muncul tanpa sebab. Faktor genetik, lingkungan, neurobiologis, dan psikososial memiliki kontribusi besar terhadap kemunculannya.
Tantangan dalam Diagnosis Dini
Diagnosa gangguan bipolar pada anak tidaklah mudah. Tjhin menyebutkan bahwa gejala GB sering kali tumpang tindih dengan gangguan lain seperti ADHD atau spektrum autisme. Di sisi lain, keterbatasan anak dalam mengekspresikan emosi memperburuk kesulitan identifikasi.
“Intinya, penanganannya memang perlu pendekatan eklektik, holistik, dan multidisiplin,” ujar Tjhin.
Beberapa hambatan lain yang kerap muncul meliputi:
1. Kurangnya pemahaman dari orang tua dan masyarakat.
2. Minimnya studi khusus untuk kelompok usia anak dan remaja.
3. Kekhawatiran terhadap efek jangka panjang pengobatan.
4. Tingginya stigma terhadap isu kesehatan mental.
Mengapa Penanganan Dini Itu Penting?
Tanpa penanganan yang tepat, gangguan bipolar dapat mengganggu perkembangan anak dalam berbagai aspek: emosional, sosial, akademik, hingga hubungan keluarga. Oleh karena itu, intervensi dini sangat penting untuk mencegah dampak yang lebih berat di masa depan.
“Dengan penanganan yang tepat, anak dan remaja dapat belajar mengelola perubahan suasana perasaan mereka agar bisa menjadi pulih dan menjalani kehidupan yang tetap produktif di tengah masyarakat,” tegas Tjhin.
Peran Orang Tua dan Lingkungan sebagai Sistem Pendukung
Kunci keberhasilan dalam mengelola gangguan bipolar pada anak terletak pada keterlibatan aktif keluarga dan lingkungan sekitar. Sistem pendukung yang kuat dapat:
1. Membantu menjaga kestabilan emosi.
2. Meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan.
3. Mengurangi isolasi sosial dan stigma.
4. Mendorong pemulihan akademik dan sosial.
Penting bagi orang tua untuk terus belajar, aktif dalam proses perawatan, dan menjadi pengingat setia bagi rutinitas terapi dan pengobatan si kecil.
Saatnya Lebih Peka dan Peduli
Jangan abaikan perubahan perilaku atau suasana hati yang tampak ekstrem pada anak. Edukasi dan empati adalah langkah awal untuk membantu si kecil menjalani hidup dengan lebih baik. Segera konsultasikan dengan tenaga ahli jika ditemukan gejala-gejala mencurigakan. Gangguan bipolar bukan akhir segalanya—dengan dukungan penuh, anak-anak bisa tumbuh dan berkembang secara optimal.
Gangguan bipolar pada anak memang bukan kondisi yang mudah, namun bukan berarti tak bisa ditangani. Dengan diagnosis yang tepat, perawatan komprehensif, serta dukungan kuat dari keluarga dan lingkungan, anak-anak yang mengidap gangguan ini tetap memiliki peluang besar untuk menjalani hidup sehat, produktif, dan bahagia.
Penulis: Faunda Liswijayanti
Baca juga:
Jangan Anggap Enteng Anak yang Mimpi Buruk!
Jangan Remehkan Anak Kecanduan Gawai, Apalagi Sampai Berperilaku Agresif
Anak Mulai Pakai Gawai? Ini Do’s & Don’ts-nya