Foto: Dok. Shutterstock
Pada hari Sabtu, 20 Agustus 2022, Kementrian Kesehatan RI mengumumkan satu kasus
monkeypox terkonfirmasi. Sebelumnya sejak tanggal 6 Mei 2022, WHO (Badan Kesehatan Dunia) telah mengumumkan temuan kasus
monkeypox yang pertamakali di negara Inggris dan meminta seluruh negara melakukan kewaspadaan. Kemudian pada 3 Juli 2022, WHO menetapkan
monkeypox sebagai kedaruratan global.
Saat ini sudah ada 86 negara melaporkan kasus
monkeypox dengan total 39.708 kasus terkonfirmasi. Dari angka kasus
monkeypox, 1 persen kasus berujung pada kematian, yakni sekitar 400 orang pasien
monkeypox. Angka ini jauh berbeda dengan kasus kematian pada COVID-19, namun tentunya ini juga perlu mendapat perhatian masyarakat luas mengingat penularan via kontak langsung virus ini dapat terjadi kapan saja.
Temuan Kasus Pertama di Indonesia
Sejak beberapa bulan lalu, beberapa cabang dinas kesehatan di Indonesia sudah menerima laporan-laporan dugaan
monkeypox yang terjadi di beberapa wilayah. Ada sekitar 23 kasus yang ditangani Kemenkes namun belum ditemukan kasus terkonfirmasi.
"Betul. Sudah ada 23 kasus yang ditangani, 22 kasus sudah disingkirkan dari dugaan
monkeypox , karena setelah dilakukan berbagai tes termasuk PCR, hasil tes pasien semua negatif. Namun ada 1 yang terkonfirmasi dari DKI Jakarta, yaitu pasien laki-laki berusia 27 tahun. Terkonfirmasi dengan laporan PCR tadi malam (19 Agustus 2022)," ujar
dr. Mohammad Syahril, Sp.P, MPH, juru bicara Kemenkes RI pada siaran pers via
YouTube Kemenkes beberapa saat lalu.
Masih menurut Syahril, berdasarkan laporan Tim Surveilans, pasien terkonfirmasi ini diduga mendapatkan infeksi setelah bepergian dari negara yang terkonfirmasi terdapat kasus
monkeypox. "Namun pasien ini punya kesadaran dan pemahaman tinggi akan gejala serta penularan
monkeypox. Begitu merasakan gejala, pasien sigap melakukan pemeriksaan mandiri dan dokter yang dikonsultasikan juga punya kesigapan atas kasus ini. Jadi, walaupun tidak muncul gejala khas
monkeypox, dokter sudah mengajukan untuk dilakukan PCR dan hasilnya didapat dalam waktu 1 hari," jelas Syahril.
Kronologis Pasien Pertama Monkeypox
Berdasarkan temuan Kemenkes melalui laporan Tim Surveilans, pasien pertama
monkeypox sudah merasakan gejala pada tanggal 14 Agustus 2022, berupa demam dan pembesaran kelenjar
limfe, namun keadaan umum pasien masih baik. Kemudian esoknya, pasien mengeluhkan ruam di muka, telapak tangan, kaki dan di sekitar alat genital.
Saat masih mengeluhkan demam dan pembesaran kelenjar
limfe, pasien sudah berkonsultasi dengan dokter. Atas kesigapan petugas kesehatan di Jakarta, pasien dapat segera melakukan respon pemeriksaan dan PCR. Dalam hitungan 2 hari, sudah dilakukan dan sudah ditemukan hasil
monkeypox positif terkonfirmasi.
"Saat ini (20/8) pasien dalam kondisi baik. Gejala yang dirasakan ringan dan tidak harus masuk ruang isolasi di rumah sakit. Cukup isolasi mandiri di rumah namun dengan protokol kesehatan yang ketat. Tim surveilans dan Kemenkes RI juga sudah melakukan penelusuran kepada orang-orang yang berkontak erat dengan pasien untuk dilakukan pemeriksaan," ujar Syahril meminta masyarakat tetap tenang dan tidak panik karena
monkeypox ini adalah penyakit menular yang membutuhkan penelusuran kontak untuk mencegah penularan lebih luas.
Langkah Penanggulangan Kemenkes
Kementrian Kesehatan RI juga melakukan beberapa langkah strategis untuk menurunkan risiko penularan dan penyebaran
monkeypox di Indonesia. Beberapa yang sudah dilaksanakan di antaranya:
- Melakukan kewaspadaan di seluruh pintu masuk (udara/laut/ darat) khususnya berprioritas pada 89 negara yang sudah melaporkan adanya
monkeypox.
- Memberikan kewaspadaan kepada seluruh maskapai (penerbangan/ pelabuhan) agar waspada apabila ada penumpang yang memiliki gejala
monkeypox.
- Memberikan sosialisasi dan edukasi kepada seluruh masyarakat juga tenaga kesehatan, untuk menjaga PHBS dan meningkatkan protokol kesehatan.
- Fasilitas dan pelayanan kesehatan di seluruh Indonesia, termasuk seluruh dinas kesehatan, puskesmas, RS (termasuk swasta) dan sebagainya, sudah memiliki pedoman protokol penanganan serta memberi perhatian lebih terhadap kasus
monkeypox.
"Kami imbau, terutama sekali pada masyarakat untuk mewaspadai sekali penularan dari kontak langsung bersalaman, berpelukan, melalui benda-benda di sekitar pasien, baik yang terkena cacar maupun terkonfirmasi
monkeypox," pesan Syahril.
Saat ini, pemerintah juga seluruh fasilitas kesehatan di Indonesia sudah memiliki kesiapan deteksi
monkeypox yang terus dikembangkan. "Sebagaimana diketahui, cara menegakkan kasus
monkeypox adalah dengan pemeriksaan PCR (
swab/ usapan) pada lesi maupun ruam yang dicurigai cacar, lalu dikirim ke laboratorium untuk diperiksa," ujar Syahril.
Pemeriksaan sample
monkeypox sendiri, saat ini ada 2 lokasi yang ditunjuk di Indonesia, yaitu di Laboratorium Rujukan Nasional, BKPK-Kementrian Kesehatan RI dan Laboratorium Institut Pertanian Bogor.
"Namun akan ditambah lagi 10 laboratorium yang akan ditingkatkan untuk melakukan pemeriksaan PCR sesuai pintu-pintu masuk yang menjadi kewaspadaan. Selain itu, Kementrian Kesehatan juga sedang menyiapkan 1.200 laboratorium beberapa rumah sakit, untuk pemeriksaan khusus
monkeypox di beberapa provinsi tanpa harus dikirim ke Jakarta," terang Syahril.
Vaksinasi dan Pengobatan Monkeypox di Indonesia
Mengenai vaksinasi
monkeypox, sementara ini WHO belum memberikan rekomendasi vaksinasi masal seperti COVID-19. "Memang sudah ada 2 hingga 3 negara yang sudah melakukan vaksinasi. Namun untuk Indonesia kami sedang memproses untuk pengadaan vaksinasi dengan rekomendasi Badan POM. Akan ada sekitar 10.000 vaksin yang akan diberikan kepada penderita
monkeypox yang sedang dalam masa inkubasi dan kepada kontak eratnya," jelas Syahril mengenai sasaran utama vaksin
monkeypox.
Sementara untuk pengobatan, walaupun
monkeypox tidak menimbulkan gejala yang terlalu berat. Penyakit dengan masa inkubasi 21 hingga 28 hari ini, memang umumnya akan sembuh sendiri. Oleh karena itu, pengobatan yang diberikan oleh layanan kesehatan adalah pengobatan yang bersifat simtomatik (sesuai gejala) dan suportif (meningkatkan daya tahan tubuh). Pasien sendiri biasanya akan sembuh setelah melewati fase erupsi dan luka lesi sudah mengering.
"Namun juga dipertimbangkan apabila ada infeksi tambahan (superinfeksi) maupun komorbid tambahan yang dapat semakin memberat," saran Syahril agar masyarakat tetap waspada terhadap risiko perburukan. Misalnya, jika pasien mengeluhkan lesi terlalu banyak dan mengganggu, ia bisa meminta pengobatan khusus dari dokter spesialis kulit. Begitu juga jika ada efek samping, misalnya pneumonia, pasien perlu mendapatkan pemeriksaan dokter paru untuk perawatan tambahan.
Apakah Akan Di-PPKM-kan?
Menurut Kementrian Kesehatan RI, untuk PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) belum akan dilakukan dalam waktu dekat. Sepanjang setiap orang dan layanan kesehatan memahami risiko penularan
monkeypox tidak diperlukan PPKM seperti COVID-19. Sejauh ini, walaupun beberapa rumah sakit dan layanan kesehatan sudah siap dengan protokol isolasi di pusat perawatan, pemerintah masih mengizinkan pasien
monkeypox untuk diisolasi secara mandiri.
Syarat ISOMAN pasien
monkeypox antara lain:
- Siapkan ruangan tersendiri dan terpisah dari keluarga
- Pasien tidak berkontak dengan keluarga
- Penularan umumnya setelah muncul ruam atau fase erupsi atau setelah hari ke-5 sebaiknya waspadai ketika masuk fase ini dengan protokol kesehatan termasuk membersihkan benda-benda pasien dengan lebih seksama. (LAI)