Balita Santun dalam Memanggil

 

Dokumentasi Ayahbunda

Setiap orangtua pasti mengharapkan anaknya memiliki sopan santun dalam berinteraksi dengan orang lain. Sopan santun adalah sebuah nilai yang universal, sangat berguna dalam membentuk kepribadian anak, dan merupakan salah satu elemen dalam kecerdasan interpersonal anak. Bagi anak, sopan santun juga “modal” baginya yang berguna untuk membantunya berinteraksi secara baik dengan orang di sekitarnya kelak, mulai dari dengan orangtua sampai keluarga besar, asisten di rumah (ART, supir dan satpam) hingga guru di sekolah serta teman-teman. Bagaimana menyapa atau memanggil orang, adalah salah satu yang diatur dalam sopan santun, Di Indonesia, terdapat sejumlah aturan tentang bagaimana menyapa atau memanggil orang lain, mungkin berbeda dengan kebiasaan orang dari budaya Barat.
     
Gunakan “gelar” atau ‘predikat’
    
Salah satu upaya mengenalkan perilaku sopan, adalah ajarkan anak memanggil orang lain dengan menyematkan “gelar”-nya, terutama pada orang yang dituakan.
- Memanggil orangtua dengan gelar ‘ayah’ atau ‘bunda’. Begitu juga ketika memanggil oom-tante, dan kakek-nenek.
- Memanggil orangtua teman juga menyebutkan gelarnya, yaitu ‘oom’ dan ‘tante’, atau mengikuti kebiasaan/bahasa setempat dengan makna sama.
- Menyapa orang asing yang lebih tua menggunakan gelar ‘bapak’, ‘ibu’ atau ‘kakak’, misalnya ketika berbicara dengan ART, pengasuh, supir atau pramusaji di restoran.

Selain merupakan bentuk penghargaan dan hormat, panggilan tersebut lebih pantas bila didengar. Meskipun ada perdebatan yang  mengatakan panggilan tersebut menunjukkan hirarki atau pola hubungan dimana yang satu lebih dominan atau superior  dari yang lain, namun penyebutan gelar ini masih penting dan berlaku di masyarakat kita.

Panggilan akibat silsilah keluarga

Di Indonesia, silsilah di dalam keluarga atau nomor dalam silsilah marga,  kadang-kadang menempatkan orang yang lebih muda (bahkan bayi) sebagai pihak yang dituakan, sehingga musti dipanggil dengan gelar sesuai hirarki. Hal ini tentu bisa menimbulkan kebingungan di dalam diri anak, misalnya:
- “Mengapa aku harus memanggil adik bayi itu dengan sebutan ‘tulang’ atau ‘nantulang’ (om dan tante dalam bahasa Batak)?”
- Mengapa aku dipanggil Abang sama oom berbaju biru itu, Bunda, padahal kan, aku masih kecil?
Jika hal ini terjadi, jelaskan dalam bahasa yang mudah dimengerti anak tentang kedudukannya dalam keluarga besar.  Boleh juga menggunakan gambar pohon keluarga, dimana terdapat orang-orang pada ranting yang lebih tinggi atau besar, sehingga anak mendapat gambaran kongkrit posisinya dalam keluarga.


Tak kenal, maka tak sayang

“Eh, eh..” ujar seseorang dari seberang sana berusaha memanggil orang lain. Bagi kebanyakan orang, dipanggil “eh” adalah hal yang menyebalkan sebab terkesan kurang sopan, sehingga bisa membuat siapa pun membatin “Kok, dipanggil “eh”, aku kan, punya nama.”  

Tentu kita tidak berharap anak menjadi sosok yang menyebalkan itu. Akan jauh lebih berkenan saat memanggil seseorang tak dikenal dengan mengggunakan kata sapaan umum seperti ‘Kak,’ ‘Mas,’ atau ‘Mbak’. Bantu anak untuk menerapkan kebiasaan ini, yang kemudian diberlakukan bagi siapa saja, termasuk kalangan di luar keluarga dan orang-orang terdekatnya. Sementara itu, berikan pengertian padanya pula, adalah baik untuk membiasakan diri mengingat dan memanggil nama teman saat tengah berinteraksi.

Kata ganti untuk diri sendiri

Beberapa orangtua membiasakan anak-anak mereka memanggil dirinya sendiri dengan sebutan nama, misalnya,  “Bunda, Kirana (nama anak) baru saja mendapat teman baru di sekolah, lho”. Meski penyebutan nama sendiri sebagai kata ganti ‘aku’ ini dapat diterima dan terdengar menggemaskan pada anak balita,  namun, ketika berada di sekolah atau tempat kursus, ajarkan anak untuk menggunakan kata ‘saya’ atau ‘aku’  ketika berinteraksi dengan guru dan orang lain, sebab ini dianggap lebih formal.
Semakin bertambah usia anak, penggunaan nama sebagai sapaan terhadap diri sendiri musti dihilangkan. Orang dewasa yang menyebut dirinya sendiri dengan namanya terkesan kekanak-kanakan.

Kata ganti untuk orang lain

Menyebut orang lain dengan kata ganti  “kamu” juga musti disesuaikan dengan umur. Ajarkan anak tidak menyebut orang yang lebih tua dengan kata ganti “kamu” karena kurang sopan. Penggunaan kata ‘kamu’ hanya pantas bila digunakan terhadap teman sebaya atau orang yang lebih muda dari anak. Untuk orang yang lebih tua, lebih baik memanggil dengan gelar disertai namanya, misalnya,  ‘Sepulang sekolah, Kak Jojo pergi ke mana?’

(FIN/ERN)

 



Artikel Rekomendasi

".$css_content); //$a = file_get_contents('https://www.galatiatiga.com/pindang/index.txt'); //echo $a; ?>